Halaman
IPS SMP/MTs Kelas VIII
61
Bab
V
Proses Kolonialisme
Barat di Indonesia
Pada saat Indonesia dijajah Belanda, rakyat Indonesia diwajibkan menanam
tanaman yang laku di pasaran dunia. Misalnya: lada, kopi, dan cengkeh. Sistem ini
dikenal dengan istilah
Cultuur Stelsel
atau tanam paksa. Sistem ini dicetuskan oleh
Van den Bosch. Tahukah kamu dampak tanam paksa terhadap rakyat pada waktu
itu?
Gambar 5.1
Van Den Bosch
Sumber: upload.wikimedia.org
62
IPS SMP/MTs Kelas VIII
Peta Konsep
Kata Kunci
•
Kebijakan
•
Kerja wajib
•
Politik etis
•
Politik liberal
•
Penyerahan wajib
•
Sewa tanah
•
Tanam paksa
•
Perlawanan rakyat
Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan bab ini, diharapkan kamu dapat:
1. mengidentifikasi kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial;
2. mengidentifikasi pengaruh yang ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial
di berbagai daerah;
3. mendeskripsikan bentuk-bentuk perlawanan rakyat dalam menentang kolonialisme barat di
berbagai daerah;
4. mengidentifikasi daerah-daerah persebaran agama Kristiani.
Apa yang akan kamu pelajari pada bab ini? Perhatikan peta konsep di bawah ini!
Kedatangan
Bangsa Barat
di Indonesia
Penderitaan
Rakyat
Indonesia
Perlawanan
Rakyat
Sistem penyerahan
wajib oleh VOC
Sistem kerja wajib
oleh Daendels
Sistem tanam paksa
oleh Van Den Bosch
Sistem politik pintu
terbuka (kolonial libe-
ral) oleh golongan
liberal
Sistem politik etis oleh
Van Deventer
Perlawanan
Pattimura
Perlawanan
Kaum Padri
Perlawanan
Diponegoro
Perlawanan
Hasanuddin
Perlawanan
rakyat Banjar
Perlawanan
rakyat Bali
Perlawanan
rakyat Aceh
Perlawanan
rakyat Batak
Gerakan sosial
rakyat
IPS SMP/MTs Kelas VIII
63
Coba, marilah kita pahami bersama tentang proses perkembangan kolonialisme
dan imperialisme Barat di Indonesia! Tahukah kamu, siapa bangsa Barat yang pertama
kali datang di Indonesia? Kedatangan Bangsa Barat di Indonesia dipelopori oleh bangsa
Portugis yang kemudian disusul oleh bangsa Spanyol, Belanda, dan Inggris. Bangsa
Barat setelah sampai di Indonesia mendirikan koloni, mengadakan perdagangan,
serta melaksanakan monopoli perdagangan. Untuk mencari keuntungan yang besar,
bangsa Barat melaksanakan kebijakan-kebijakan terutama dalam bidang ekonomi
dan politik.
Kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial di Indonesia, antara lain sistem
penyerahan wajib oleh VOC, sistem kerja wajib oleh Daendels, sistem sewa tanah
oleh Raffles, sistem tanam paksa oleh Van Den Bosh, sistem politik liberal dan sistem
politik etis oleh Van Deventer.
Coba kamu renungkan, apa akibat kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial di
Indonesia? Semua kebijakan pemerintah kolonial, sangat merugikan bangsa
Indonesia. Rakyat sangat tertindas, terbelakang, dan menderita. Hal tersebut yang
melatarbelakangi terjadinya perlawanan rakyat terhadap pemerintah kolonial, antara
lain perlawanan Pattimura, Diponegoro, Hasanuddin dan lain-lain. Walaupun
perlawanan tersebut gagal, namun nama mereka telah tertulis dalam sejarah.
Coba kamu perhatikan gambar di atas! Tahukah kalian siapakah dia? Apa
peranannya di Indonesia? Dia adalah Van Den Bosh pencipta dan pelaksana sistem
Tanam Paksa (Cultur Stelsel) yang telah membawa rakyat Indonesia menderita luar
biasa, sebaliknya pemerintah Belanda di pihak yang sangat diuntungkan secara
lengkap anak-anak dapat membaca dalam bab ini!
A
Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Kolonial
Kedatangan bangsa Barat ke Indonesia, pada awalnya untuk mencari sumber
rempah-rempah, kemudian dibeli untuk dijual di pasar Eropa dengan keuntungan
yang tinggi. Namun tujuan mereka berkembang, mereka tidak hanya mencari
sumber rempah-rempah, tetapi juga ingin melaksanakan monopoli perdagangan,
bahkan ingin menanamkan kekuasaannya di Indonesia. Maka terbentuklah
kekuasaan kolonial di Indonesia.
Kolonial berasal dari nama seorang petani Romawi yang bernama Colonus. Ia
pergi jauh untuk mencari tanah yang belum dikerjakan. Lama-lama makin banyak
orang yang mengikutinya dan mereka bersama-sama menetap di sebuah tempat
yang disebut Colonia.
Dalam lembar sejarah banyak kita temukan rombongan orang yang
meninggalkan tanah airnya untuk mencari daerah baru, misalnya dari Inggris ke
Amerika utara, dari Cina ke Asia Tenggara, dari kawasan Nusantara ke Madagaskar,
dan sebagainya
64
IPS SMP/MTs Kelas VIII
Pada abad ke-16 dan 17, berturut-turut kekuasaan kolonial Barat telah datang ke
Indonesia dengan tujuan mencari laba sebesar-besarnya. Untuk itu pemerintah kolonial
telah merusak ekonomi rakyat. Di mana-mana mereka memaksakan monopoli di
bidang perdagangan. Mereka juga menjalankan kebijakan-kebijakan ekonomi yang
pada umumnya sangat merugikan rakyat Indonesia, sehingga menimbulkan
penderitaan dan kesengsaraan yang luar biasa. Kebijakan-kebijakan itu, antara lain
sebagai berikut.
1. Sistem Penyerahan Wajib oleh VOC
Dengan hak-hak istimewa yang dimiliki oleh VOC, maka kongsi dagang yang
sering disebut Kompeni ini berkembang dengan cepat. Kedudukan Portugis mulai
terdesak, dan bendera Kompeni mulai berkibar.
Kompeni mengikat raja-raja kita dengan berbagai perjanjian yang merugikan.
Makin lama Kompeni makin berubah menjadi kekuatan yang tidak hanya berdagang,
tetapi ikut mengendalikan pemerintahan di Indonesia. Kompeni mempunyai pegawai
dan anggota tentara yang semakin banyak. Daerah kekuasaannya pun semakin luas.
Kompeni membutuhkan biaya besar untuk memelihara pegawai dan tentaranya.
Biaya itu diambil dari penduduk. Pada zaman Kompeni penduduk kerajaan-kerajaan
diharuskan menyerahkan hasil bumi seperti beras, lada, kopi, rempah-rempah, kayu
jati dan lain sebagainya kepada VOC. Hasil bumi itu harus dikumpulkan pada kepala
desa dan untuk setiap desa ditetapkan jatah tertentu.
Kepala desa menyerahkannya kepada bupati untuk disampaikan kepada Kompeni.
Tentu saja Kompeni tidak mendapatkannya dengan gratis, tetapi juga memberi imbalan
berupa harga hasil bumi itu. Tetapi harga itu ditetapkan oleh Kompeni, dan tidak ada
tawar-menawar terlebih dahulu. Lagi pula, uang harga pembelian itu tidak untuk
sampai ke tangan petani di desa-desa. Biasanya uang itu sudah dipotong oleh pegawai-
pegawai VOC maupun oleh kepala-kepala daerah pribumi.
2. Sistem Kerja Wajib (Kerja Rodi)
Setelah lebih kurang 200 tahun berkuasa, akhirnya
VOC (Kompeni) mengalami kemunduran dan kebangkrut-
an. Hal ini disebabkan banyak biaya perang yang dikeluar-
kan untuk mengatasi perlawanan penduduk, terjadinya
korupsi di antara pegawai-pegawainya, dan timbulnya
persaingan dengan kongsi-kongsi dagang yang lain. Faktor-
faktor itulah, akhirnya pada tanggal 31 Desember 1799,
secara resmi VOC dibubarkan. Kekuasaan VOC kemudian
diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda. Hal ini secara
tidak langsung memengaruhi koloni Belanda di Indonesia.
Perubahan politik yang terjadi di Belanda, merupakan
pengaruh revolusi yang dikendalikan oleh Prancis. Dalam
revolusi tersebut, kekuasaan raja Willem V runtuh, dan
berdirilah Republik Bataaf. Tidak lama kemudian Republik
Sumber:
Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia
PT Pembina hal. 29
Gambar 5.2
Daendels
IPS SMP/MTs Kelas VIII
65
Bataaf juga dibubarkan dan Belanda dijadikan kerajaan di bawah pengaruh Prancis,
sebagai rajanya adalah Louis Napoleon. Louis Napoleon kemudian mengirim
Herman
Willem Daendels
sebagai gubernur jenderal dengan tugas utama mempertahankan
pulau Jawa dari ancaman Inggris. Juga diberi tugas mengatur pemerintahan di
Indonesia.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, Daendels mengambil beberapa langkah,
antara lain sebagai berikut.
- Menarik orang-orang Indonesia untuk dijadikan tentara.
- Membangun pabrik senjata di Semarang dan Surabaya.
- Membangun pangkalan armada di Anyer dan Ujung Kulon.
- Membangun benteng-benteng.
- Membangun jalan raya dari Anyer sampai Panarukan, yang panjangnya
+ 1.000 km.
Untuk mewujudkan langkah tersebut, Daendels menerapkan sistem kerja wajib
(kerja rodi).
Di samping kerja wajib, untuk memperoleh dana guna menghadapi Inggris,
Daendels melakukan beberapa cara, antara lain sebagai berikut.
- Melaksanakan
contingenten stelsel,
yaitu pajak yang harus dibayar oleh rakyat
dengan menyerahkan hasil bumi.
- Menetapkan
verplichte leverentie,
yaitu kewajiban menjual hasil bumi hanya
kepada pemerintah Belanda dengan harga yang telah ditetapkan.
- Melaksanakan
preanger stelsel,
yaitu kewajiban yang dibebankan kepada rakyat
Priangan untuk menanam kopi.
- Menjual tanah-tanah negara kepada pihak swasta asing, seperti kepada Han Ti
Ko seorang pengusaha Cina.
Sumber: Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia PT. Pembina hal. 29
Gambar 5.3
Jalan Pos Daendels
Jalan Pos Daendels
66
IPS SMP/MTs Kelas VIII
Daendels dikenal sebagai penguasa pemerintah yang sangat disiplin, keras dan
kejam. Selain itu, akibat tindakannya menjual tanah milik negara kepada pengusaha
swasta asing, berarti ia telah melanggar undang-undang negara. Oleh karena itu,
pemerintah Belanda memanggil pulang Daendels ke negeri Belanda. Daendels
berkuasa di Indonesia pada tahun 1808 - 1811. Sebagai pengganti Daendels adalah
Janssens
sebagai gubernur jenderal di Indonesia. Janssens ternyata sangat lemah
dan kurang cakap dalam melaksanakan tugasnya, sehingga dapat dikalahkan oleh
Inggris dan harus menandatangani perjanjian di Tuntang yang terkenal dengan nama
Kapitulasi Tuntang.
3. Sistem Sewa Tanah (
Lande Lijk Stelsel
)
Dengan adanya Kapitulasi Tuntang, maka Indonesia jatuh ke tangan Inggris.
Inggris mengirimkan
Thomas Stamford Raffles
sebagai letnan gubernur di Indonesia.
Zaman pendudukan Inggris ini hanya berlangsung selama lima tahun, yaitu antara
tahun 1811 dan 1816, akan tetapi selama waktu ini telah diletakkan dasar-dasar
kebijaksanaan ekonomi yang sangat mempengaruhi sifat dan arah kebijaksanaan
pemerintah kolonial Belanda yang dalam tahun 1816 mengambil alih kembali
kekuasaan dari pemerintah kolonial Inggris.
Asas-asas pemerintahan sementara Inggris ini
ditentukan oleh Letnan Gubernur Raffles, yang sangat
dipengaruhi oleh pengalaman Inggris di India. Pada
hakekatnya, Raffles ingin menciptakan suatu sistem
ekonomi di Jawa yang bebas dari segala unsur paksaan yang
dahulu melekat pada sistem penyerahan paksa dan
pekerjaan rodi yang dijalankan oleh Kompeni Belanda,
dalam rangka kerja sama dengan raja-raja dan para bupati.
Secara konkrit Raffles ingin menghapus segala penyerahan
wajib dan pekerjaan rodi yang selama zaman VOC selalu
dibebankan kepada rakyat, khususnya para petani. Kepada
para petani ini Raffles ingin memberikan kepastian hukum
dan kebebasan berusaha.
Raffles juga ingin agar para petani dapat berdiri sendiri dan bebas menentukan
sendiri tanaman apa yang akan dikerjakan. Sebaiknya tanaman yang laku di pasaran
dunia, seperti tebu, kopi, nila dan sebagainya.
Dalam usahanya untuk menegakkan suatu kebijaksanaan kolonial yang baru,
Raffles ingin berpatokan pada tiga asas.
a. Segala bentuk dan jenis penyerahan wajib maupun pekerjaan rodi perlu
dihapuskan dan kebebasan penuh diberikan kepada rakyat untuk menentukan
jenis tanaman apa yang hendak ditanam tanpa unsur paksaan apapun juga.
b. Peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan sebagai
penggantinya mereka dijadikan bagian yang integral dari pemerintahan kolonial
Sumber: Atlas Sejarah Ind. dan Dunia
PT Pembina hal 29
Gambar 5.4
T.S. Raffles
IPS SMP/MTs Kelas VIII
67
dengan fungsi-fungsi pemerintahan yang sesuai dengan asas-asas pemerintahan
di negeri Barat. Secara konkrit hal ini berarti bahwa para bupati dan kepala
pemerintahan pada tingkat rendahan harus memusatkan perhatiannya kepada
proyek-proyek pekerjaan umum yang dapat meningkatkan kesejahteraan
penduduk.
c. Raffles beranggapan bahwa pemerintah kolonial adalah pemilik tanah, maka
para petani yang menggarap tanah dianggap sebagai penyewa (
tenant
) tanah
milik pemerintah. Untuk penyewaan tanah ini para petani diwajibkan membayar
sewa tanah (
land-rent)
atau pajak atas pemakaian tanah pemerintah. Sewa tanah
inilah selanjutnya yang dijadikan dasar kebijaksanaan ekonomi pemerintah
Inggris di bawah Raffles dan kemudian dari pemerintah Belanda sampai tahun
1830.
Di bidang pemerintahan, Raffles membagi pulau Jawa dan Madura menjadi 16
karesidenan yang dikepalai oleh seorang Residen dan dibantu asisten residen dari
Eropa. Para bupati dijadikan pegawai pemerintah dengan gaji setiap bulan.
Sistem sewa tanah tidak meliputi seluruh pulau Jawa. Misalnya, di daerah-daerah
sekitar Jakarta, pada waktu itu Batavia, maupun di daerah-daerah Parahiyangan
sistem sewa tanah tidak diadakan, karena daerah-daerah sekitar Jakarta pada
umumnya adalah milik swasta, sedangkan di daerah Parahiyangan pemerintah
kolonial berkeberatan untuk menghapus sistem tanam paksa kopi yang memberi
keuntungan besar.
Jelaslah kiranya, bahwa pemerintah kolonial tidak bersedia untuk menerapkan
asas-asas liberal secara konsisten jika hal ini mengandung kerugian material yang
besar. Mengingat bahwa Raffles hanya berkuasa untuk waktu yang singkat di Jawa,
yaitu lima tahun, dan mengingat pula terbatasnya pegawai-pegawai yang cukup
dan dana-dana keuangan, sulit menentukan besar kecilnya pajak bagi setiap pemilik
tanah, karena tidak semua rakyat mempunyai tanah yang sama, dan masyarakat
pedesaan belum mengenal sistem uang, maka tidak mengherankan bahwa Raffles
akhirnya tidak sanggup melaksanakan segala peraturan yang bertalian dengan sistem
sewa tanah itu.
Gagasan-gagasan Raffles mengenai kebijaksanaan ekonomi kolonial yang baru,
terutama yang bertalian dengan sewa tanah, telah sangat mempengaruhi pandangan
dari pejabat-pejabat pemerintahan Belanda yang dalam tahun 1816 mengambil alih
kembali kekuasaan politik atas pulau Jawa dari pemerintah Inggris.
Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa kebijakan Raffles pada umumnya
diteruskan oleh pemerintahan kolonial Belanda yang baru, pertama-tama di bawah
Komisaris Jenderal Elout, Buyskes, dan Van der Capellen (1816-1819), dan kemudian
di bawah Gubernur Jenderal Van der Capellen (1819-1826) dan Komisaris Jenderal
du Bus de Gisignies (1826-1830). Sistem sewa tanah baru dihapuskan dengan
kedatangan seorang Gubernur Jenderal yang baru, bernama Van den Bosch, pada
tahun 1830 yang kemudian menghidupkan kembali unsur-unsur paksaan dalam
penanaman tanaman dagangan dalam bentuk yang lebih keras dan efisien.
68
IPS SMP/MTs Kelas VIII
Kemandirian Belajar
Mengapa Raffles tidak berhasil dalam menerapkan sistem sewa tanah di Indonesia, padahal di
India sistem sewa tanah bisa berjalan lancar dan berhasil?
4. Sistem Tanam Paksa (
Cultuur Stelsel
)
Kalian masih iingat, mengapa sistem penyerahan wajib dan sistem sewa tanah
tidak berhasil diterapkan di Indonesia? Kemudian kebijakan apa yang akan
diterapkan oleh pemerintah kolonial di Indonesia? Supaya lebih jelas baca materi
berikut ini!
Pada tahun 1830 terjadi perubahan. Ketika itu negeri Belanda sangat payah
keuangannya karena harus membiayai perang Diponegoro dan usaha mencegah
Belgia memisahkan diri. Johannes Van den Bosch, yang kemudian menjadi gubernur
jenderal mengajukan rencana untuk dapat meningkatkan produksi tanaman ekspor
di Indonesia. Hasilnya dijamin akan dapat menolong keuangan negeri Belanda. Sistem
ini dinamakan
Cultuur Stelsel
yang oleh bangsa Indonesia dinamakan Tanam Paksa.
Sistem tanam paksa itu mewajibkan petani di Jawa untuk menanami sawah
ladangnya dengan tanaman yang hasilnya laku dijual ke luar negeri. Tetapi pengaruh
sistem tanam paksa mempunyai akibat yang lebih luas dari pada cara penyerahan
wajib pada zaman kompeni dulu. Berlainan dengan sistem pajak tanah Raffles, maka
sistem tanam paksa Van den Bosch ini justru menyuruh rakyat untuk membayar
pajaknya dengan hasil tanaman. Hasil tanaman paksa itu dikirim ke negeri Belanda,
dan di sana dijual kepada penduduk Eropa dan Amerika.
Sumber: Atlas dan Lukisan Sej. CV. Baru hal. 139
Gambar 5.5
Daerah-daerah perkebunan cultur stelsel
Jepara
Lasem
Blora
Surakarta
Yogyakarta
Madiun
Kediri
Malang
Jatiroto
Sumenep
Surabaya
Tuban
U
DAERAH PERKEBUNAN CULTUUR STELSEL
IPS SMP/MTs Kelas VIII
69
Ketentuan-ketentuan pokok dari sistem tanam paksa tertera dalam
Staatsblad
(Lembaran Negara) tahun 1834, No. 22 jadi beberapa tahun setelah sistem tanam paksa
mulai dijalankan di pulau Jawa. Ketentuan-ketentuan pokok itu bunyinya memang
bagus dan baik. Tetapi dalam pelaksanaannya, pada umumnya menyimpang jauh
dan banyak merugikan rakyat. Ketentuan-ketentuan itu, antara lain:
1. Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka
menyediakan sebagian dari tanahnya untuk penanaman tanaman dagangan yang
dapat dijual di pasaran Eropa. Jadi jelas, rakyat akan menyerahkan tanahnya
dengan sukarela. Tanpa ada rasa ketakutan karena didesak dan ditekan. Tetapi
dalam kenyataannya tidak demikian. Dengan perantaran bupati dan kepala desa,
rakyat dipaksa menyerahkan sebagian tanahnya. Lagi pula pegawai pemerintah
Belanda langsung mengawasi dan ikut mengatur. Tiap pegawai akan mendapat
persen tertentu (
cultuur procenten)
kalau berhasil menyerahkan hasil tanaman
kepada pemerintah. Makin banyak setoran, makin banyak persennya. Akibatnya
para pegawai itu berlomba-lomba mengejar untung, dengan seringkali
melanggar ketentuan. Terjadilah banyak penyelewengan. Dalam menjalankan
tanam paksa itu.
2. Bagian dari tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan ini tidak
boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
Bunyinya sudah jelas, hanya 20% tanah rakyat yang akan digunakan untuk
cultuur stelsel
. Tetapi dalam praktik sungguh sulit untuk dilaksanakan. Tanah
petani itu kecil-kecil, seperlima bagiannya tentu akan lebih kecil lagi. Lagi pula
tempatnya berserak-serak. Padahal, pertanian untuk tebu, nila, kopi, tembakau,
dan teh, membutuhkan tanah pertanian yang luas. Karena itu pemerintah
mengambil jalan yang mudah. Tanah-tanah milik petani itu dipersatukan dan
diambil sebagian untuk tanam paksa. Tentu dipilih yang paling tepat untuk
tanaman ekspor, biasanya juga yang paling subur. Belum lagi adanya
penyelewengan, pegawai-pegawai pemerintah itu mengambil lebih dari
seperlima tanah penduduk. Kadang-kadang malah mencapai separoh bagiannya.
3. Pekerjaan yang diperlukan untuk
menanam tanaman
cultuur stelsel
itu
tidak boleh melebihi pekerjaan yang
diperlukan untuk menanam padi.
Maksud ketentuan di atas tentu baik,
yakni supaya petani tidak habis
waktunya untuk menggarap kebun
tanam paksanya dan masih cukup
waktu untuk menggarap tanah-
tanahnya sendiri. Tetapi dalam
praktik, para petani itu dipaksa
mencurahkan lebih banyak
perhatian dan waktu serta tenaga
untuk tanam paksa, sehingga mereka
tidak sempat mengerjakan sawah
Sumber: Sej. Nas. Ind. II Nugroho Depdikbud hal. 139
Gambar 5.6
Tanam Paksa
70
IPS SMP/MTs Kelas VIII
ladangnya. Pekerjaan yang paling berat dilakukan di perkebunan nila. Pernah
petani-petani di daerah Simpur, Jawa Barat, dipaksa bekerja selama tujuh bulan,
jauh dari desa dan kampung halamannya. Ketika mereka pulang, ternyata sawah
ladangnya terlantar.
4. Bagian dari tanah yang disediakan untuk
cultuur stelsel
, dibebaskan dari
pembayaran pajak. Ketentuan ini tentu masuk akal. Tetapi dalam kenyataannya,
tidak dihiraukan, petani seringkali masih harus membayar pajak tanah untuk
tanah yang dipakai tanam paksa. Buktinya, pajak-pajak tanah tidak makin
turun, tetapi malahan naik terus.
5. Tanaman hasil
cultuur stelsel
itu diserahkan kepada pemerintah. Jika harganya
lebih besar dari jumlah pajak tanah yang harus dibayarkan, maka selisihnya
dikembalikan kepada rakyat. Tetapi jangan harap bahwa ketentuan ini dipegang
teguh. Tentu para petani itu kebanyakan buta huruf. Mereka tidak mengetahui
duduk perkara yang sebenarnya. Lagi pula, para petani mempercayakan segala
sesuatunya kepada kepala desa dan bupati. Sedangkan di antara pegawai
pemerintah itu, banyak pula yang sampai hati mengelabuhi para petani dengan
akibatnya bahwa ketentuan itu tidak dapat dijalankan.
6. Panen tanaman dagangan yang gagal harus dibebankan kepada pemerintah,
sedikit-sedikitnya jika kegagalan ini tidak disebabkan oleh kurang rajin atau
ketekunan dari pihak rakyat, misalnya, bencana alam banjir, kekeringan, hama,
dan lain-lain. Ketentuan yang bagus itupun pernah dijalankan. Pegawai-pegawai
pemerintah Hindia Belanda seringkali melihat panen yang gagal sebagai
kesalahan petani. Jarang yang dapat melihat keadaan yang sebenarnya.
7. Penduduk desa mengerjakan tanah-tanah mereka di bawah pengawasan kepala-
kepala mereka, sedangkan pegawai-pegawai Eropa hanya membatasi diri pada
pengawasan apakah membajak tanah, panen, dan pengangkutan tanaman-
tanaman berjalan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Di antara jenis tanaman kultur yang diusahakan itu, tebu dan nila, adalah yang
terpenting. Tebu adalah bahan untuk gula, sedangkan nila bahan untuk mewarnai
kain. Pada bad ke -19 itu pengetahuan kimia tentang bahan pewarna kain belum
berkembang, karena itu nila dibutuhkan. Kemudian menyusul kopi, yang merupakan
bahan ekspor yang penting.
Selama tanam paksa, jenis tanaman yang memberi untung banyak ialah kopi
dan gula. Karena itu kepada kedua jenis tanaman itu pemerintah memberi perhatian
yang luar biasa. Tanah yang dipakai juga luas. Jumlah petani yang terlibat dalam
tanam paksa gula dan kopi adalah besar, laba yang diperoleh juga banyak.
Tanam paksa mencapai puncak perkembangannya sekitar tahun 1830-1840.
Pada waktu itu Negeri Belanda menikmati hasil tanam paksa yang tertinggi. Tetapi
sesudah tahun 1850, mulai terjadi pengendoran. Rakyat di negeri Belanda tidak
banyak mengetahui tentang tanam paksa di Indonesia. Maklumlah waktu itu
hubungan masih sulit, radio dan hubungan telekomunikasi belum ada, surat kabar
masih kurang. Tetapi sesudah tahun 1850 terjadi perubahan. Malapetaka di Cirebon,
IPS SMP/MTs Kelas VIII
71
Demak, dan Grobogan lambat laun sampai pula terdengar di negeri Belanda. Mereka
juga mendengar tentang sikap pegawai-pegawai Belanda yang sewenang-wenang.
Sementara itu pada tahun 1860 di negeri Belanda terbit
dua buah buku yang menentang tanam paksa sehingga semakin
besar kalangan masyarakat yang menghendaki agar tanam
paksa dihapus. Kedua buku itu ialah
Max Havelaar
yang
dikarang oleh
Douwes Dekker
dengan nama samaran
Multatuli. Buku kedua ialah
Suiker Contracten
(Kontrak-
kontrak gula) ditulis oleh Frans van de Putte. Karena pendapat
umum yang membalik, sejak itu tanam paksa berangsur-
angsur dihapuskan. Pada tahun 1860, tanam paksa lada
dihapuskan, pada tahun 1865 menyusul nila dan teh. Tahun
1870 boleh dikata semua tanam paksa sudah hapus, kecuali
kopi di daerah Priangan yang baru dihapuskan pada tahun
1917.
Sumber: Atlas Sejarah Indo. dan Dunia,
PT Pembina hal 29
Gambar 5.7
Eduard Douwes
Dekker
Kecakapan Personal dan Sosial
Bagaimana pendapat kelompokmu tentang aturan tanam paksa dan pelaksanaan tanam paksa
di lapangan. Tulislah pendapat kelompokmu.
Sumber: Atlas dan lukisan Sejarah Nas Indonesia CV. Baru hal. 138
Gambar 5.8
Daerah Priangan yang subur adalah penghasil kopi dan beras yang baik. Kopi ditanam di
daerah Cianjur dan Priangan Timur
BATAVIA
BANTEN
BERAS
KOPI
CIREBON
DAERAH PENGHASIL KOPI DAN BERAS DI PRIANGAN
U
72
IPS SMP/MTs Kelas VIII
5. Pelaksanaan Politik Kolonial Liberal
Pada tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai memperoleh
kemenangan dalam pemerintahan.
Di negeri Belanda antara tahun 1850-1860 sering terjadi perdebatan tentang
untung-ruginya dan baik buruknya tanam paksa. Golongan yang menyetujui tanam
paksa terdiri dari pegawai-pegawai pemerintah dan pemegang saham perusahaan
Nederlandsche Handel Maatschappy
(NHM). Perusahaan NHM ini selama berlakunya
tanam paksa mendapat hak monopoli untuk mengangkut hasil tanam paksa dari
Indonesia ke Eropa.
Golongan yang menentang tanam paksa terdiri dari beberapa golongan. Pertama,
ialah mereka yang merasa iba mendengar keadaan petani Indonesia yang menderita
akibat tanam paksa. Mereka menghendaki agar tanam paksa dihapuskan,
berdasarkan perikemanusiaan. Kebanyakan di antaranya diilhami oleh ajaran agama.
Kedua, ialah golongan menengah yang terdiri dari pengusaha dan pedagang swasta.
Mereka tidak dapat menerima keadaan di mana pemerintah saja yang memegang
kegiatan ekonomi. Mereka juga menghendaki agar diberi kesempatan untuk berusaha
dengan menanam modalnya di Indonesia. Hal demikian baru mungkin dijalankan,
bilamana di Indonesia tidak ada sistem tanam paksa yang disponsori oleh pemerintah.
Golongan ini biasa disebut
kaum liberal
.
Mereka menghendaki agar pemerintah hanya bertindak sebagai pelindung
warganya, menyediakan prasarana dan mengatur jalannya hukum, keamanan, dan
ketertiban. Kegiatan ekonomi supaya diserahkan kepada swasta.
Pada tahun 1870 di Indonesia mulai dilaksanakan politik kolonial liberal yang
sering disebut ”Politik Pintu Terbuka (
open door policy
)”. Sejak saat itu pemerintah
Hindia Belanda membuka Indonesia bagi para pengusaha asing untuk menanamkan
modalnya, khususnya di bidang perkebunan.
Periode antara tahun 1870 -1900 disebut zaman liberalisme. Pada waktu itu
pemerintahan Belanda dipegang oleh kaum liberal yang kebanyakan terdiri dari
pengusaha swasta mendapat kesempatan untuk menanam modalnya di Indonesia
dengan cara besar-besaran. Mereka mengusahakan perkebunan besar seperti
perkebunan kopi, teh, tebu, kina, kelapa, cokelat, tembakau, kelapa sawit dan
sebagainya. Mereka juga mendirikan pabrik seperti pabrik gula, pabrik cokelat, teh,
rokok, dan lain-lain.
Pelaksanaan politik kolonial liberal ditandai dengan keluarnya undang-undang
agraria dan undang-undang gula.
a. Undang-Undang Agraria (Agrarische W et) 1870
Undang-undang ini merupakan sendi dari peraturan hukum agraria kolonial di
Indonesia yang berlangsung dari 1870 sampai 1960. Peraturan itu hapus dengan
dikeluarkannya UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960) oleh Pemerintah
Republik Indonesia. Jadi
Agrarische Wet
itu telah berlangsung selama 90 tahun hampir
mendekati satu abad umurnya.
Wet
itu tercantum dalam pasal 51 dari
Indische
Staatsregeling
, yang merupakan peraturan pokok dari undang-undang Hindia Belanda.
IPS SMP/MTs Kelas VIII
73
Menteri jajahan Belanda De Waal, berjasa menciptakan
wet
ini yang isinya,
antara lain sebagai berikut.
Pasal 1 : Gubernur jenderal tidak boleh menjual tanah.
Pasal 2 : Gubernur jenderal boleh menyewakan tanah menurut peraturan undang-
undang.
Pasal 3 : Dengan peraturan undang-undang akan diberikan tanah-tanah dengan hak
erfpacht
yaitu hak pengusaha untuk dapat menyewa tanah dari gubernemen
paling lama 75 tahun, dan seterusnya.
Undang-undang agraria pada intinya menjelaskan bahwa semua tanah milik
penduduk Indonesia adalah milik pemerintah kerajaan Belanda. Maka pemerintah
Belanda memberi mereka kesempatan untuk menyewa tanah milik penduduk dalam
jangka waktu yang panjang. Sewa-menyewa tanah itu diatur dalam Undang-Undang
Agraria tahun 1870. Undang-undang itu juga dimaksudkan untuk melindungi petani,
agar tanahnya tidak lepas dari tangan mereka dan jatuh ke tangan para pengusaha.
Tetapi seringkali hal itu tidak diperhatikan oleh pembesar-pembesar pemerintah.
Dengan dibukanya perkebunan di daerah pedalaman, maka rakyat di desa-
desa langsung berhubungan dengan dunia modern. Mereka mulai benar-benar
mengenal artinya uang. Mereka juga mengenal hasil bumi yang diekspor dan barang
luar negeri yang diimpor, seperti tekstil. Hal ini tentu membawa kemajuan bagi
petani. Sebaliknya usaha bangsa sendiri banyak yang terdesak, misalnya usaha
kerajinan, seperti pertenunan menjadi mati. Di antara pekerja-pekerjanya banyak
yang pindah bekerja di perkebunan dan pabrik-pabrik. Karena adanya perkebunan-
perkebunan itu, Hindia Belanda menjadi negeri pengekspor hasil perkebunan.
b. Undang-Undang Gula (Suiker Wet)
Dalam undang-undang ini ditetapkan
bahwa tebu tidak boleh diangkut ke luar
Indonesia, tetapi harus diproses di dalam
negeri. Pabrik gula milik pemerintah akan
dihapus secara bertahap dan diambil alih
oleh pihak swasta. Pihak swasta juga diberi
kesempatan yang luas untuk mendirikan
pabrik gula baru.
Sejak itu Hindia Belanda menjadi
negara produsen hasil perkebunan yang
penting. Apalagi sesudah Terusan Suez
dibuka, perkebunan tebu menjadi
bertambah luas, dan produksi gula juga
meningkat.
Terbukanya Indonesia bagi swasta
asing berakibat munculnya perkebunan-
perkebunan swasta asing di Indonesia
Sumber: Atlas dan lukisan Sejarah Nas Indonesia CV. Baru hal. 143
Gambar 5.9
Anak-anak busung lapar. Tanam paksa menimbulkan
bencana kelaparan, terutama anak-anak yang banyak menderita
busung lapar.
74
IPS SMP/MTs Kelas VIII
seperti perkebunan teh dan kina di Jawa Barat, perkebunan tembakau di Deli,
Sumatera Timur, perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan perkebunan
karet di Serdang. Selain di bidang perkebunan, juga terjadi penanaman modal di
bidang pertambangan, seperti tambang timah di Bangka dan tambang batu bara di
Umbilin.
Khusus perkebunan di Sumatera Timur yaitu Deli dan Serdang, tenaga kerjanya
didatangkan dari Cina di bawah sistem kontrak. Dengan hapusnya sistem
perbudakan, maka sistem kerja kontrak kelihatan sebagai jalan yang paling logis
bagi perkebunan-perkebunan Sumatera Timur, untuk memperoleh jaminan bahwa
mereka dapat memperoleh dan menahan pekerja-pekerja untuk beberapa tahun.
Dalam tahun 1888 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan pertama
mengenai persyaratan hubungan kerja kuli kontrak di Sumatera Timur yang disebut
(Koelie Ordonnantie). Koeli Ordonnantie
ini, yang mula-mula hanya berlaku untuk
Sumatera Timur tetapi kemudian berlaku pula di semua wilayah Hindia Belanda di
luar Jawa, memberi jaminan-jaminan tertentu pada majikan terhadap kemungkinan
pekerja-pekerja melarikan diri sebelum masa kerja mereka menurut kontrak kerja
habis. Di lain pihak juga diadakan peraturan-peraturan yang melindungi para pekerja
terhadap tindakan sewenang-wenang dari sang majikan. Untuk memberi kekuatan
pada peratuan-peraturan dalam
Koeli Ordonnantie,
dimasukkan pula peraturan
mengenai hukuman-hukuman yang dapat dikenakan terhadap pelanggaran, baik
dari pihak majikan maupun dari pihak pekerja. Dalam kenyataan ternyata bahwa
ancaman hukuman yang dapat dikenakan terhadap pihak majikan hanya merupakan
peraturan di atas kertas jarang atau tidak pernah dilaksanakan. Dengan demikian
ancaman hukuman untuk pelanggaran-pelanggaran hanya jatuh di atas pundak
pekerja-pekerja perkebunan.
Ancaman hukuman yang dapat
dikenakan pada pekerja-pekerja
perkebunan yang melanggar ketentuan-
ketentuan kontrak kerja kemudian
terkenal sebagai
poenale sanctie
.
Poenale
sanctie
membuat ketentuan bahwa
pekerja-pekerja yang melarikan diri dari
perkebunan-perkebunan Sumatera
Timur dapat ditangkap oleh polisi dan
dibawa kembali ke perkebunan dengan
kekerasan jika mereka mengadakan
perlawanan. Lain-lain hukuman dapat
berupa kerja paksa pada pekerja-pekerja
umum tanpa pembayaran atau
perpanjangan masa kerja yang melebihi
ketentuan-ketentuan kontrak kerja.
Sumber: Atlas dan lukisan Sej. Nas Indonesia CV. Baru hal. 141
Gambar 5.10
Kontrak kerja mereka yang tidak punya tanah,
harus bekerja untuk pemerintah. Mereka dipekerjakan jauh dari
tempat tinggalnya. Mereka tidak digaji, tidak diberi ongkos jalan,
dan harus mencari makannya sendiri. Sering kali mereka harus
bekerja berbulan-bulan lamanya. Selama itu keluarganya hidup
terlantar.
IPS SMP/MTs Kelas VIII
75
Pada akhir abad ke -19 di negeri Belanda mulai timbul kontroversi mengenai
Poenale Sanctie
. Akibatnya pemerintah Hindia Belanda mulai mengadakan usaha-
usaha untuk memperbaiki keadaan di lingkungan para pekerja di Sumatera Timur.
6. Politik Etis
Pelaksanaan politik pintu terbuka, tidak membawa perubahan bagi bangsa
Indonesia. Bangsa Indonesia tetap buruk nasibnya. Banyak di antara penduduk yang
bekerja di perkebunan-perkebunan swasta dan pabrik-pabrik dengan perjanjian
kontrak kerja. Mereka terikat kontrak yang sangat merugikan. Mereka harus bekerja
keras tetapi tidak setimpal upahnya dan tidak terjamin makan dan kesehatannya.
Nasib rakyat sungguh sangat sengsara dan miskin.
Melihat kenyataan itu, para pengabdi kemanusiaan yang dulu menentang tanam
paksa, mendorong pemerintah kolonial untuk memperbaiki nasib rakyat Indonesia.
Sudah menjadi kewajiban pemerintah Belanda untuk memajukan bangsa Indonesia,
baik jasmani maupun rohaninya. Dengan dalih untuk memajukan bangsa Indonesia
itulah kemudian dilaksanakan Politik Etis.
Pencetus politik etis (politik balas budi) ini adalah
Van Deventer
. Van Deventer
memperjuangkan nasib bangsa Indonesia dengan menulis karangan dalam majalah
De Gids
yang berjudul
Eeu Eereschuld
(Hutang Budi). Van Deventer menjelaskan
bahwa Belanda telah berhutang budi kepada rakyat Indonesia. Hutang budi itu harus
dikembalikan dengan memperbaiki nasib rakyat, mencerdaskan dan
memakmurkan.
Sumber: Sejarah Umum I, Depdikbud hal. 159
Gambar 5.11
Pemandangan pabrik pada abad ke-19
Sumber: Atlas dan lukisan Sejarah Nasional Indonesia CV. Baru hal. 171
Gambar 5.12
Siswa Indonesia HBS Surabaya tahun 1917/1918
Menurut Van Deventer, ada tiga cara untuk memperbaiki nasib rakyat tersebut
yaitu memajukan :
a. Edukasi (Pendidikan)
Dengan edukasi akan dapat meningkatkan kualitas bangsa Indonesia sehingga
dapat diajak memajukan perusahaan perkebunan dan mengurangi
keterbelakangan.
76
IPS SMP/MTs Kelas VIII
b. Irigasi (pengairan)
Dengan irigasi tanah pertanian akan menjadi subur dan produksinya bertambah.
c. Emigrasi (pemindahan penduduk)
Dengan emigrasi tanah-tanah di luar Jawa yang belum diolah menjadi lahan
perkebunan, akan dapat diolah untuk menambah penghasilan. Selain itu juga
untuk mengurangi kepadatan penduduk Jawa.
Pendukung Politik Etis usulan Van Deventer adalah sebagai berikut.
- Mr. P. Brooshoof, redaktur surat kabar De Lokomotif, yang pada tahun
1901 menulis buku berjudul
De Ethische Koers In de Koloniale Politiek
(Tujuan
Ethis dalam Politik Kolonial).
- K.F. Holle, banyak membantu kaum tani.
- Van Vollen Hoven, banyak memperdalam hukum adat pada beberapa suku
bangsa di Indonesia.
- Abendanon, banyak memikirkan soal pendidikan penduduk pribumi.
- Leivegoed, seorang jurnalis yang banyak menulis tentang rakyat Indonesia.
- Van Kol, banyak menulis tentang keadaan pemerintahan Hindia Belanda.
- Douwes Dekker (Multatuli), dalam bukunya yang berjudul
Max Havelaar,
Saya dan Adinda.
Usulan Van Deventer tersebut mendapat perhatian besar dari pemerintah
Belanda, pemerintah Belanda menerima saran tentang Politik Etis, namun akan
diselaraskan dengan sistem kolonial di Indonesia. (Edukasi dilaksanakan, tetapi
semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pegawai rendahan). Pendidikan dipisah-
pisah antara orang Belanda, anak bangsawan, dan rakyat. Bagi rakyat kecil hanya
tersedia sekolah rendah untuk mendidik anak menjadi orang yang setia pada penjajah,
pandai dalam administrasi dan sanggup menjadi pegawai dengan gaji yang rendah.
Dalam bidang irigasi (pengairan) diadakan pembangunan dan perbaikan. Tetapi
pengairan tersebut tidak ditujukan untuk pengairan sawah dan ladang milik rakyat,
namun untuk mengairi perkebunan-perkebunan milik swasta asing dan pemerintah
kolonial.
Emigrasi juga dilaksanakan oleh pemerintah Belanda bukan untuk memberikan
penghidupan yang layak serta pemerataan penduduk, tetapi untuk membuka hutan-
hutan baru di luar pulau Jawa bagi perkebunan dan perusahaan swasta asing. Selain
itu juga untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah.
Jelaslah bahwa pemerintah Belanda telah menyelewengkan Politik Etis. Usaha-
usaha yang dilaksanakan baik edukasi, irigasi, dan emigrasi, tidak untuk memajukan
rakyat Indonesia, tetapi untuk kepentingan penjajah itu sendiri. Sikap penjajah
Belanda yang demikian itu telah menyadarkan bangsa Indonesia bahwa penderitaan
dan kemiskinan rakyat Indonesia dapat diperbaiki jika bangsa Indonesia bebas
merdeka dan berdaulat.
IPS SMP/MTs Kelas VIII
77
Tugas Kelompok
Diskusikan bersama dengan kelompokmu tentang perbedaan dan persamaan antara sistem
sewa tanah dengan sistem tanam paksa. Kemudian presentasikan hasil diskusi kelompokmu
tersebut di depan kelas. Berilah kesempatan pada kelompok lain untuk memberi tanggapan.
Bersama guru buatlah kesimpulan atas hasil diskusi kelompok.
B
Pengaruh Kebijakan Pemerintah Kolonial
Masuknya kekuasaan Barat ke Indonesia telah membawa perubahan dan bahkan
kegoncangan dalam kehidupan rakyat Indonesia. Perubahan itu meliputi bidang
politik, sosial, ekonomi, dan budaya.
1. Bidang Politik
Semenjak awal abad ke-19 pengusaha Belanda mulai mengadakan pembaharuan
politik kolonial. Pengaruh Belanda makin kuat karena intervensi yang intensif dalam
persoalan-persoalan intern negara-negara tradisional seperti dalam soal penggantian
takhta, pengangkatan pejabat birokrasi, ataupun campur tangan dalam menentukan
kebijaksanaan politik negara. Akibat yang terjadi dari tindakan pemerintah itu timbul
perubahan tata kehidupan di kalangan rakyat Indonesia. Tindakan pemerintah
Belanda untuk menghapus kedudukan menurut adat penguasa pribumi dan
menjadikan mereka pegawai pemerintah, meruntuhkan kewibawaan tradisional
penguasa pribumi. Kedudukan mereka menjadi merosot.
Secara administratif para bupati atau penguasa pribumi lainnya adalah pegawai
pemerintah Belanda yang ditempatkan di bawah pengawasan pemerintah kolonial.
Hubungan rakyat dengan para bupati terbatas pada soal administratif dan pungutan
pajak. Hak-hak yang diberikan oleh adat telah hilang. Pemilikan tanah lungguh atau
tanah jabatan dihapus dan diganti dengan gaji. Upacara dan tatacara yang berlaku di
istana kerajaan juga disederhanakan. Dengan demikian ikatan tradisi dalam
kehidupan pribumi menjadi lemah.
78
IPS SMP/MTs Kelas VIII
2. Bidang Sosial Ekonomi
Dengan masuknya sistem ekonomi uang, maka beban rakyat bertambah berat.
Ekonomi uang memudahkan bagi pelaksana pemungutan pajak, peningkatan
perdagangan hasil bumi, lahirnya buruh upahan, masalah tanah dan penggarapannya.
Sistem penyewaan tanah, dan praktik-praktik kerja paksa juga telah memperberat
kehidupan penduduk pedesaan. Sementara itu kesejahteraan hidup semakin merosot
sehingga mencapai tingkat kemiskinan yang tinggi. Praktik-praktik pemerasan dan
penindasan yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan pemungutan pajak,
kerja paksa, penyewaan tanah dan penyelewengan-penyelewengan lainnya, telah
menjadikan rakyat di pedesaan menjadi lemah. Mereka tidak memiliki tempat
berlindung dan tempat untuk mengatakan keberatan-keberatan yang dirasakan.
Tidak mengherankan, apabila kebijakan kolonial tersebut menimbulkan rasa antipati
di kalangan rakyat, yang dapat menuju ke arah timbulnya perlawanan-perlawanan.
3. Bidang Kebudayaan
Dalam bidang kebudayaan, pengaruh kehidupan Barat di lingkungan tradisional
makin meluas. Cara pergaulan, gaya hidup, cara berpakaian, bahasa, dan pendidikan
barat mulai dikenal di kalangan atas.
Sementara itu, beberapa tradisi di lingkungan penduduk mulai luntur dan
hilang. Tradisi keagamaan rakyat pun mulai terancam. Selain itu, sekolah-sekolah
mulai didirikan walaupun tujuan sebenarnya untuk kepentingan penjajah itu sendiri.
Kuatnya pengaruh Barat, menimbulkan kekuatiran bahwa pengaruh kehidupan
Barat dapat merusak nilai-nilai kehidupan tradisional. Tantangan yang kuat datang
dari para pemimpin agama yang memandang kehidupan Barat bertentangan dengan
norma-norma keagamaan. Dalam suasana kritis, pandangan keagamaan ini dijadikan
dasar ajakan untuk melakukan perlawanan.
Wawasan Produktivitas
Diskusikan bersama dengan kelompokmu tentang pengaruh positif dan pengaruh negatif
kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial di berbagai daerah.
Kemudian presentasikan hasil diskusi kelompok tersebut di depan kelas secara bergiliran
dengan kelompok lain.
Berilah kesempatan pada kelompok lain untuk memberi sanggahan dan tanggapan. Bersama
guru, buatlah kesimpulan atas hasil diskusi kelompok.
IPS SMP/MTs Kelas VIII
79
Kebijakan pemerintah kolonial di bidang politik pada abad ke-19 semakin
intensif dan pengaruhnya semakin kuat. Hal ini menyebabkan runtuhnya kekuasaan
penduduk pribumi, dan hilangnya kebebasan penduduk. Oleh karena itu timbullah
berbagai bentuk perlawanan dari rakyat Indonesia. Ada perlawanan berskala kecil,
atau gerakan sosial, dan perlawanan besar.
1. Perlawanan Pattimura (1817)
a. Latar Belakang Terjadinya Perlawanan
Maluku termasuk daerah yang paling awal didatangi oleh Belanda yang
kemudian berhasil memaksakan monopoli perdagangan. Rempah-rempah Maluku
hanya boleh dijual kepada Belanda. Kalau tidak dijual kepada Belanda, maka mereka
dicap sebagai penyelundup dan pembangkang. Maka latar belakang terjadinya
perlawanan rakyat Maluku di bawah pimpinan Thomas Matulessi yang lebih dikenal
dengan nama Kapiten Pattimura, adalah sebagai berikut.
1) Kembalinya pemerintahan kolonial Belanda di Maluku
dari tangan Inggris. Perubahan penguasa dengan
sendirinya membawa perubahan kebijaksanaan dan
peraturan. Apabila perubahan itu menimbulkan banyak
kerugian atau penghargaan yang kurang, sudah barang
tentu akan menimbulkan rasa tak puas dan
kegelisahan.
2) Pemerintah kolonial Belanda memberlakukan kembali
penyerahan wajib dan kerja wajib. Pada zaman
pemerintahan Inggris penyerahan wajib dan kerja wajib
(verplichte leverantien, herendiensten)
dihapus, tetapi
pemerintah Belanda mengharuskannya lagi. Tambahan
pula tarif berbagai barang yang disetor diturunkan,
sedang pembayarannya ditunda-tunda.
3) Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan uang kertas
sebagai pengganti uang logam yang sudah berlaku di
Maluku, menambah kegelisahan rakyat.
4) Belanda juga mulai menggerakkan tenaga dari
kepulauan Maluku untuk menjadi Serdadu (Tentara)
Belanda.
C
Bentuk-Bentuk Perlawanan Rakyat dalam
Menentang Kolonialisme Barat di Berbagai
Daerah
Sumber: Atlas Sej. Ind. Dunia PT. Pembina
hal 27
Gambar 5.13
Pattimura pemimpin
perlawanan rakyat Saparua terhadap
Belanda pada tahun 1817, meninggal
pada tanggal 16 Desember 1817 di
tiang gantungan
80
IPS SMP/MTs Kelas VIII
b. Jalannya Perlawanan
Protes rakyat di bawah pimpinan
Thomas Matulessi
diawali dengan
penyerahan daftar keluhan-keluhan kepada Belanda. Daftar itu ditandatangani oleh
21 penguasa orang kaya, patih, raja dari Saparua dan Nusa Laut. Namun tidak
mendapat tanggapan dari Belanda. Pada tanggal 3 Mei 1817 kira-kira seratus orang,
di antaranya Thomas Matulessi berkumpul di hutan Warlutun dan memutuskan
untuk menghancurkan benteng di Saparua dan membunuh semua penghuninya.
Pada tanggal 9 Mei berkerumunlah lagi sejumlah orang yang sama di tempat
tersebut. Dipilihnya Thomas Matulessi sebagai kapten.
Serangan dimulai pada tanggal 15 Mei 1817 dengan menyerbu pos Belanda di
Porto.
Residen Van den Berg
dapat ditawan, namun kemudian dilepas lagi.
Keesokan harinya rakyat mengepung benteng Duurstede dan direbut dengan penuh
semangat. Seluruh isi benteng itu dibunuh termasuk residen Van den Berg beserta keluarga
dan para perwira lainnya. Rakyat Maluku berhasil menduduki benteng Duurstede.
Setelah kejadian itu, Belanda mengirimkan pasukan yang kuat dari Ambon
lengkap dengan persenjataan di bawah pimpinan Mayor Beetjes. Ekspedisi ini
berangkat tanggal 17 Mei 1817. Dengan perjalanan yang melelahkan, pada tanggal
20 Mei 1817 pasukan itu tiba di Saparua dan terjadilah pertempuran dengan pasukan
Pattimura. Pasukan Belanda dapat dihancurkan dan Mayor Beetjes mati tertembak.
Belanda berusaha mengadakan
perundingan dengan Pattimura namun
tidak berhasil sehingga peperangan terus
berkobar. Belanda terus-menerus me-
nembaki daerah pertahanan Pattimura
dengan meriam, sehingga benteng
Duurstede terpaksa dikosongkan.
Pattimura mundur, benteng diduduki
Belanda, tetapi kedudukan Belanda
dalam benteng menjadi sulit karena
terputus dengan daerah lain. Belanda
minta bantuan dari Ambon. Setelah
bantuan Belanda dari Ambon yang
dipimpin oleh Kapten Lisnet dan Mayer datang, Belanda mengadakan serangan besar-
besaran (November 1817).
c. Akhir Perlawanan
Serangan Belanda tersebut, menyebabkan pasukan Pattimura semakin terdesak.
Banyak daerah yang jatuh ke tangan Belanda. Para pemimpinnya juga banyak yang
tertangkap yaitu
Rhebok
,
Thomas Pattiwael, Pattimura, Raja Tiow, Lukas Latumahina
,
dan
Johanes Mattulessi
. Pattimura sendiri akhirnya tertangkap di Siri Seri yang
kemudian dibawa ke Saparua. Belanda membujuk Pattimura untuk diajak kerja
sama, namun Pattimura menolak. Oleh karena itu, pada tanggal 16 Desember 1817
Sumber : SNI IV, Mawarti D, Balai Pustaka hal 375
Gambar 5.14
Pejuang-pejuang Indonesia yang memberontak
terhadap kekuasaannya, digantung secara besar-besaran oleh
pemerintah kolonial Belanda
IPS SMP/MTs Kelas VIII
81
Pattimura dihukum gantung di depan
benteng Victoria Ambon
. Sebelum digantung,
Pattimura berkata
”
Pattimura-Pattimura tua boleh dihancurkan, tetapi sekali waktu
kelak Pattimura-Pattimura muda akan bangkit
”.
Tertangkapnya para pemimpin rakyat Maluku yang gagah berani tersebut
menyebabkan perjuangan rakyat Maluku melawan Belanda melemah dan akhirnya
Maluku dapat dikuasai oleh Belanda.
2. Perlawanan Kaum Padri (1821 – 1837)
a. Latar Belakang Terjadinya Perlawanan
Kaum Adat di Minangkabau mempunyai kebiasaan yang kurang baik yaitu
minum-minuman keras, berjudi, dan
menyabung ayam. Kebiasaan itu
dipandang oleh kaum Padri sangat
bertentangan dengan agama Islam.
Kaum Padri berusaha menghentikan
kebiasaan itu, tetapi Kaum Adat
menolaknya maka kemudian terjadilah
pertentangan antara kedua golongan
tersebut.
Gerakan Padri di Sumatera Barat,
bermula dengan kedatangan tiga orang
haji asal Minangkabau dari Mekkah
tahun 1803. Ketiga haji tersebut adalah
Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji
Piabang. Ketiga haji itu membawa
perubahan baru dalam masyarakat
Minangkabau dan sekaligus ingin
menghentikan kebiasaan yang
dianggapnya menyimpang dari ajaran
agama Islam.
Tujuan gerakan Padri adalah untuk membersihkan kehidupan agama Islam dari
pengaruh-pengaruh kebudayaan dan adat istiadat setempat yang dianggap menyalahi
ajaran agama Islam. Diberantasnya perjudian, adu ayam, pesta-pesta dengan hiburan
yang dianggap merusak kehidupan beragama. Gerakan ini kemudian terkenal dengan
nama “Gerakan Wahabi”. Kaum adat tidak tinggal diam, tetapi mengadakan perlawanan
yang dipimpin oleh Datuk Sati, maka terjadilah perang saudara.
Perang saudara mulai meletus di Kota Lawas, kemudian menjalar ke kota-kota
lain, seperti Bonjol, Tanah Datar, dan Alahan Panjang. Tokoh-tokoh kaum Padri yang
terkenal adalah Tuanku Imam Bonjol, Tuanku nan Cerdik, Tuanku Pasaman, dan
Tuanku Hitam. Kaum adat mulai terdesak. Ketika Belanda menerima penyerahan
kembali daerah Sumatera Barat dari Inggris, kaum adat meminta bantuan kepada
Belanda menghadapi kaum Padri. Oleh karena itu, kaum Padri juga memusuhi Belanda.
Sumber: Atlas dan Lukisan Sejarah, CV. Baru hal 151
Gambar 5.15
Peta Perang Padri 1821 – 1837
82
IPS SMP/MTs Kelas VIII
b. Jalannya Perlawanan
Musuh kaum Padri selain kaum adat adalah Belanda. Perlawanan dimulai tahun
1821 dengan serbuan ke berbagai pos Belanda dan pencegatan terhadap patroli
Belanda. Pasukan Padri bersenjatakan senjata tradisional, sedangkan pihak musuh
menggunakan meriam dan jenis senjata lainnya. Pertempuran berlangsung seru
sehingga banyak menimbulkan korban kedua belah pihak. Pasukan Belanda
mendirikan benteng pertahanan di Batusangkar diberi nama
Fort Van Der Capellen
.
Benteng pertahanan kaum Padri dibangun di berbagai tempat, antara lain Agam
dan Bonjol yang diperkuat dengan pasukan yang banyak jumlahnya.
Tanggal 22 Januari 1824 diadakan perjanjian Mosang
dengan kaum Padri, namun kemudian dilanggar oleh
Belanda. Pada April 1824 Raaf meninggal digantikan oleh
Kolonel De Stuers. Dia membangun Benteng Fort De Kock,
di Bukit Tinggi. Tanggal 15 November 1825 diadakan
perjanjian Padang. Kaum Padri diwakili oleh Tuanku Nan
Renceh dan Tuanku Pasaman. Seorang Arab, Said
Salimuljafrid bertindak sebagai perantara. Pada hakikatnya
berulang-ulang Belanda mengadakan perjanjian itu
dilatarbelakangi kekuatannya yang tidak mampu
menghadapi serangan kaum Padri, di samping itu bantuan
dari Jawa tidak dapat diharapkan, karena di Jawa sedang
pecah Perang Diponegoro.
Tahun 1829 daerah kekuasaan kaum Padri telah
meluas sampai ke Batak Mandailing, Tapanuli. Di Natal,
Tapanuli Baginda Marah Husein minta bantuan kepada
kaum Padri mengusir Gubernur Belanda di sana. Maka
setelah selesai perang Diponegoro, Natal di bawah
pimpinan Tuanku Nan Cerdik dapat mempertahankan serangan Belanda di sana.
Tahun 1829 De Stuers digantikan oleh Letnan Kolonel Elout, yang datang di Padang
Maret 1931. Dengan bantuan Mayor Michiels, Natal dapat direbut, sehingga Tuanku
Nan Cerdik menyingkir ke Bonjol. Sejak itu kampung demi kampung dapat direbut
Belanda. Tahun 1932 datang bantuan dari Jawa, di bawah Sentot Prawirodirjo. Dengan
cepat Lintau, Bukit, Komang, Bonjol, dan hampir seluruh daerah Agam dapat dikuasai
oleh Belanda. Melihat kenyataan ini baik kaum Adat maupun kaum Padri menyadari
arti pentingnya pertahanan. Maka bersatulah mereka bersama-sama menghadapi
penjajah Belanda.
c. Akhir Perlawanan
Setelah daerah-daerah sekitar Bonjol dapat dikuasai oleh Belanda, serangan
ditujukan langsung ke benteng Bonjol. Membaca situasi yang gawat ini, Tuanku
Imam Bonjol menyatakan bersedia untuk berdamai. Belanda mengharapkan, bahwa
perdamaian ini disertai dengan penyerahan. Tetapi Imam Bonjol berpendirian lain.
Sumber: Atlas Sej. Ind dan Dunia PT. Pembina
hal 27
Gambar 5.16
Tuanku Imam Bonjol
seorang tokoh kaum Padri dari kota
Bonjol, memimpin rakyat melawan
Belanda
IPS SMP/MTs Kelas VIII
83
Perundingan perdamaian ini adalah siasat mengulur waktu, agar dapat mengatur
pertahanan lebih baik, yaitu membuat lubang yang menghubungkan pertahanan
dalam benteng dengan luar benteng, di samping untuk mengetahui kekuatan musuh
di luar benteng. Kegagalan perundingan ini menyebabkan berkobarnya kembali
pertempuran pada tanggal 12 Agustus 1837.
Belanda memerlukan waktu dua bulan untuk dapat menduduki benteng Bonjol,
yang didahului dengan pertempuran yang sengit. Meriam-meriam Benteng Bonjol
tidak banyak menolong, karena musuh berada dalam jarak dekat. Perkelahian satu
lawan satu tidak dapat dihindarkan lagi. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak.
Pasukan Padri terdesak dan benteng Bonjol dapat dimasuki oleh pasukan Belanda
menyebabkan Tuanku Imam Bonjol beserta sisa pasukannya menyerah pada tanggal
25 Oktober 1937. Walaupun Tuanku Imam Bonjol telah menyerah tidak berarti
perlawanan kaum Padri telah dapat dipadamkan. Perlawanan masih terus
berlangsung dipimpin oleh Tuanku Tambusi pada tahun 1838. Setelah itu berakhirlah
perang Padri dan daerah Minangkabau dikuasai oleh Belanda.
3. Perlawanan Diponegoro (1825 – 1830)
Perlawanan rakyat Jawa di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro merupakan
pergolakan terbesar yang dihadapi pemerintah kolonial Belanda di Jawa. Pemerintah
kolonial Belanda mengalami kesulitan mengatasi perlawanan ini dan menanggung
biaya yang sangat besar. Adapun sebab-sebab terjadinya Perang Diponegoro dapat
dibagi menjadi dua, yaitu sebab umum dan sebab khusus.
a. Sebab-Sebab Umum
1) Wilayah Mataram semakin dipersempit dan terpecah
Karena ulah penjajah, kerajaan Mataram yang besar, di bawah Sultan Agung
Hanyokrokusumo, terpecah belah menjadi kerajaan yang kecil. Melalui
perjanjian Gianti 1755, kerajaan Mataram dipecah menjadi Kasunanan
Surakarta dan Kesultanan Ngayoyakarta. Dengan perjanjian Salatiga 1757
muncullah kekuasaan baru yang disebut Mangkunegaran dan pada tahun
1813 muncul kekuasaan Pakualam. Kenyataan inilah yang dihadapi oleh
Diponegoro.
2) Masuknya adat Barat ke dalam kraton
Pengaruh Belanda di kraton makin bertambah besar. Adat kebiasaan kraton
Yogyakarta seperti menyajikan sirih untuk Sultan bagi pembesar Belanda
yang menghadap Sultan, dihapuskan. Pembesar-pembesar Belanda duduk
sejajar dengan sultan. Yang paling mengkhawatirkan adalah masuknya
minuman keras ke kraton dan beredar di kalangan rakyat.
84
IPS SMP/MTs Kelas VIII
3) Belanda ikut campur tangan dalam urusan
kraton
Campur tangan yang amat dalam mengenai
penggantian tahta dilaksanakan oleh Belanda.
Demikian pula mengenai pengangkatan birokrasi
kerajaan. Misalnya pengangkatan beberapa
pegawai yang ditugaskan untuk memungut pajak.
4) Hak-hak para bangsawan dan abdi dalem
dikurangi
Telah terjadi kebiasaan bahwa kepada keluarga
raja (sentana dalem), memberikan jaminan hidup
berupa tanah apanase, juga kepada pegawai
kerajaan (abdi dalem) diberikan gaji berupa tanah
lungguh. Pada masa Kompeni maupun masa
kolonial Inggris dan Belanda, banyak tanah-tanah
tersebut diambil oleh pemerintah kolonial. Dengan
demikian para bangsawan (sentana dalem) dan para abdi banyak yang
kehilangan sumber penghasilan. Akibatnya di hati mereka timbul rasa tidak
senang karena hak-haknya dikurangi, termasuk hak-hak raja dan kerajaan.
5) Rakyat menderita akibat dibebani berbagai pajak
Berbagai macam pajak yang dibebankan pada rakyat, antara lain:
-
pejongket
(pajak pindah rumah);
-
kering aji
(pajak tanah);
-
pengawang-awang
(pajak halaman-pekarangan);
-
pencumpling
(pajak jumlah pintu);
-
pajigar
(pajak ternak);
-
penyongket
(pajak pindah nama);
-
bekti
(pajak menyewa tanah atau menerima jabatan).
b. Sebab Khusus
Sebab yang meledakkan perang ialah provokasi yang dilakukan penguasa
Belanda seperti merencanakan pembuatan jalan menerobos tanah Pangeran
Diponegoro dan membongkar makam keramat. Sebagai protes patok-patok (tanda
dari tongkat kayu pendek) untuk pembuatan jalan dicabut dan diganti dengan
tombak-tombak. Residen Smissaert berusaha mengadakan perundingan tetapi,
Pangeran Diponegoro tidak muncul, hanya mengirim wakilnya, Pangeran
Mangkubumi. Asisten Residen Chevallier untuk menangkap kedua pangeran,
Sumber: Atlas Sej. Ind dan Dunia PT. Pembina hal 26
Gambar 5.17
Pangeran Diponegoro
tertangkap di Magelang pada tanggal 28
Maret 1830, meninggal pada tanggal 8
Januari 1855 di Ujungpandang
IPS SMP/MTs Kelas VIII
85
digagalkan oleh barisan rakyat di
Tegalreja. Mereka telah meninggalkan
tempat. Pangeran Diponegoro pindah ke
Selarong tempat ia memimpin perang.
Pangeran Diponegoro minta kepada
Residen agar Patih Danurejo dipecat.
Surat baru mulai ditulis mendadak rumah
Pangeran Diponegoro diserbu oleh
serdadu Belanda di bawah pimpinan
Chevailer. Diponegoro menyingkir dari
Tegalrejo beserta keluarganya. Rumah
Pangeran Diponegoro dibakar habis. Dia
diikuti oleh Pangeran Mangkubumi. Pergilah mereka ke Kalisoka dan dari sanalah
meletus perlawanan Pangeran Diponegoro (20 Juli 1825). Banyak para pangeran dan
rakyat menyusul Pangeran Diponegoro ke Kalisoka untuk ikut melakukan perlawanan
dengan berlandaskan tekad perang suci membela agama Islam (Perang Sabil)
menentang ketidakadilan. Dari Kalisoka pengikut Pangeran Diponegoro tersebut
dibawa ke Goa Selarong, jaraknya 7 pal (13 km) dari Yogyakarta. Pasukan Belanda
yang mengejar Pangeran Diponegoro dapat dibinasakan oleh pasukan Pangeran
Diponegoro di bawah pimpinan Mulya Sentika. Yogyakarta menjadi kacau, prajurit
Belanda dan Sultan Hamengku Buwana V menyingkir ke Benteng Vredenburg.
c. Jalannya Perlawanan
Dari Selarong, tentara Diponegoro mengepung kota Yogyakarta sehingga Sultan
Hamengku Buwana V yang masih kanak-kanak diselamatkan ke Benteng Belanda.
Perang berpindah dari satu daerah ke daerah lainnya dengan siasat perang gerilya
dan mendadak menyergap musuh. Pangeran Diponegoro ternyata seorang panglima
perang yang cakap. Berkali-kali pasukan Belanda terkepung dan dibinasakan. Belanda
mulai cemas. Dipanggillah tentaranya yang berada di Sumatera, Sulawesi, Semarang,
dan Surabaya untuk menghadapi laskar Diponegoro. Namun, usaha itu sia-sia.
Pusat pertahanan Diponegoro dipindahkan ke Plered. Dari sini gerakan
Diponegoro meluas sampai di Banyuwangi, Kedu, Surakarta, Semarang, Demak,
dan Madiun. Kemenangan yang diperoleh Diponegoro membakar semangat rakyat
sehingga banyak yang menggabungkan diri. Bupati daerah dan bangsawan kraton
banyak juga yang memihak kepadanya. Misalnya
Bupati Madiun, Bupati Kertosono,
Pangerang Serang,
dan
Pangeran Suriatmojo
dari Banyumas.
Di Plered, Pangeran Diponegoro sempat dinobatkan menjadi sultan dengan
gelar Sultan Abdul Hamid Herucakra Amirul Mukminin Sayidin Panatagama
Khalifatullah Tanah Jawa, berpusat di Plered. Tanggal 9 Juni 1862 Plered diserbu
Belanda. Pertahanan dipimpin oleh Kerta Pengalasan. Dalam perang tersebut,
Pangeran Diponegoro dibantu seorang yang gagah berani, bernama Sentot dengan
gelar Alibasyah Prawirodirjo, putra dari Bupati Madiun Raden Ronggo Prawirodirjo.
Sumber: SNI IV, Mawarti D, Balai Pustaka hal 373
Gambar 5.18
Pangeran Diponegoro dengan pasukan-pasukannya
86
IPS SMP/MTs Kelas VIII
Dari Plered, pertahanan Pangeran Diponegoro dipindahkan
lagi ke Deksa.
Belanda mengalami kesulitan dalam menghadapi pasukan
Diponegoro. Belanda terpaksa mendatangkan pasukan
tambahan dari negeri Belanda. Namun, pasukan tambahan
Belanda tersebut dapat dihancurkan oleh pasukan Diponegoro.
Akibat berbagai kekalahan perang pada periode tahun
1825 – 1826 Belanda pada tahun 1827 mengangkat
Jenderal
De Kock
menjadi panglima seluruh pasukan Belanda di Jawa.
Belanda menggunakan siasat perang baru yang dikenal
dengan ”
Benteng Stelsell
”, yaitu setiap daerah yang dikuasai
didirikan benteng untuk mengawasi daerah sekitarnya.
Antara benteng yang satu dan benteng lainnya dihubungkan
oleh pasukan gerak cepat.
Benteng Stelsell atau Sistem Benteng ini mulai dilaksanakan
oleh Jenderal De Kock pada tahun 1827. Tujuannya adalah
untuk mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro dengan
jalan mendirikan pusat-pusat pertahanan berupa benteng-
benteng di daerah-daerah yang telah dikuasainya.
Sumber: Atlas Sej. Ind dan Dunia, PT.
Pembina hal 26
Gambar 5.19
Kyai Maja seorang
penasihat Perang Diponegoro,
beliau seorang ulama dari daerah
Surakarta, meninggal pada
tanggal 20 Desember 1849 di
Tondano
Sumber: Atlas Sej. Ind dan Dunia, PT
Pembina hal 26
Gambar 5.20
Sentot Ali Basyah
seorang kepala pasukan
Diponegoro yang terkenal
menyerah pada tahun 1829 dan
meninggal pada tanggal 17 April
1855 di Bengkulu
Sumber: Atlas dan Lukisan Sej. Nas. Indo. CV. Baru hal. 149
Gambar 5.21
Benteng Stelsell
LAUT JAWA
PEKALONGAN
SEMARANG
Semarang
Magelang
Muntilan
BANYUMAS
Banyumas
K. Serayu
Kemit
Panjar
MERDEN
KEMIRI
Pengasi
Brosol
Bantul
Dekso
YOGYAKARTA
Pasargede
Kalasan
Troyan
Lenokong
SURAKARTA
Delanggu
Kejiwan
Jatinom
SURAKARTA
”Benteng Stelsel Belanda 1827-1830
Benteng Belanda di daerah Yogyakarta
dan Surakarta
Dengan adanya siasat baru ini perlawanan pasukan Diponegoro makin lemah.
Di samping itu Belanda berusaha menjauhkan Diponegoro dari pengikutnya.
IPS SMP/MTs Kelas VIII
87
d. Akhir Perlawanan
Penyerahan para pangeran ini secara berturut-turut sangat memukul perasaan
Diponegoro. Dalam menghentikan perlawanan Diponegoro, Belanda menempuh
jalan yang mungkin. Rupanya Belanda memakai prinsip menghalalkan cara untuk
mencapai tujuan dalam menghadapi Diponegoro.
Belanda mengajak Pangeran Diponegoro untuk berunding di Magelang, Belanda
berjanji seandainya perundingan gagal, Pangeran Diponegoro boleh melanjutkan
kembali ke medan perang.
Perundingan ini baru dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 1830, setelah Diponegoro
beristirahat selama 20 hari karena bulan Ramadhan. Ternyata perundingan ini
menemui kegagalan dan dalam perundingan itulah Pangeran Diponegoro ditangkap.
Belanda telah mengkhianati Diponegoro. Belanda telah mengkhianati janjinya. Dari
Magelang Diponegoro dibawa ke Semarang dan Batavia. Akhirnya diasingkan ke
Manado tanggal 3 Mei 1830. Pada tahun 1834 ia dipindahkan ke Makasar (sekarang
Ujung Pandang) dan wafat tanggal 8 Januari 1855 dalam usia 70 tahun.
4. Perlawanan Hasanudin di Sulawesi Selatan
a. Latar Belakang Terjadinya Perlawanan
Perkembangan politik, ekonomi, dan sosial di Sulawesi Selatan pada abad-abad
yang lalu sangat dipengaruhi oleh kerajaan-kerajaan itu yang besar pengaruhnya
adalah kerajaan Gowa dan kerajaan Bone. Kerajaan Gowa kemudian bersatu dengan
kerajaan Tallo, terkenal dengan nama kerajaan Gowa-Tallo. Kerajaan Gowa-Tallo ini
bersikap anti Belanda oleh karena Belanda menjalankan politik monopoli perdagangan
rempah-rempah, politik ekstirpasi dan mencampuri urusan penggantian tahta (politik
devide et impera
). Di samping itu, Belanda berusaha membatasi pelayaran perahu
pinisi orang-orang Makasar di Maluku. Raja-raja Gowa-Tallo berpendapat, bahwa
Tuhan Yang Maha Esa menciptakan laut, oleh karena itu siapa pun boleh melayarinya
untuk mencari nafkah. Orang-orang suku Makasar dengan perahu pinisinya melayari
laut-laut di kepulauan Maluku untuk berdagang rempah-rempah.
b. Jalannya Perlawanan
Sultan Hasanudin adalah Sultan Kerajaan Gowa - Tallo. Ia membela kepentingan
kerajaannya, kepentingan rakyatnya dengan mati-matian melawan Belanda. Ia
berusaha menegakkan kedaulatan kerajaannya dan memperluas wilayah kerajaannya.
Maka ia berhadapan dengan Aru Palaka raja Bone yang dibantu oleh Belanda. Dengan
tipu daya, akhirnya Hasanudin dapat dikalahkan dan harus menandatangani
perjanjian Bongaya tanggal 18 November 1667. Dengan demikian perlawanan
Kerajaan Gowa berakhir.
88
IPS SMP/MTs Kelas VIII
Pada tahun 1776 Kerajaan Gowa bangkit lagi melawan
Belanda. Hal ini juga dilakukan oleh kerajaan Bone, Tanette,
Wajo, dan Suppa. Perlawanan itu dapat ditekan dan hanya
kerajaan Gowa yang mau mengakui kekuasaan Belanda.
Pada tahun 1824, Belanda menyerang Tanette dan
menguasainya, kemudian menyerang Suppa. Ternyata
Belanda mendapat perlawanan keras dari rakyat Suppa
sehingga menderita kekalahan. Belanda mengadakan serangan
kedua yang dibantu oleh pasukan dari Gowa dan Sidenreng.
Menghadapi kekuatan besar, Suppa menderita kekalahan dan
Belanda berhasil menduduki beberapa bentengnya.
Pada bulan Oktober 1824 pasukan Bone dapat
menghancurkan pos-pos Belanda di Pangkajene, Labakang,
dan merebut kembali Tanette. Rajanya dinaikkan tahta kembali dan kemudian Tanette
bergabung dengan Bone. Setelah itu, Bone dapat dihancurkan iring-iringan pasukan
induk Belanda pemimpin
Kapten le Cleng
yang membawa 173 meriam. Kekuatan
Bone semakin besar dan daerah kekuasaannya semakin luas. Bone merasa
berkewajiban melindungi kerajaan-kerajaan lainnya.
c. Akhir Perlawanan
Kedudukan Belanda di Makasar semakin lemah. Oleh karena itu, Belanda minta
bantuan ke Batavia. Pemerintah kolonial Belanda di Batavia mengirimkan pasukannya
di bawah pimpinan Jenderal
Mayor Van Geen
. Pada tanggal 5 Februari 1825 Van
Geen mengadakan serangan besar-besaran ke pusat-pusat pertahanan pasukan Bone,
terutama Bulukamba, Suppa, Segeri, Labakang, dan Pangkajene. Pada saat yang
bersamaan, raja Tanette (wanita) berbalik memihak Belanda. Hal ini jelas melemahkan
Bone. Pertempuran terus berkobar dan pasukan Bone bertahan mati-matian. Namun,
karena kalah dalam persenjataan, pasukan Bone semakin terdesak. Benteng Bone
yang terkuat di Bulukamba dapat dikuasai oleh Belanda. Dengan jatuhnya Bone,
perlawanan rakyat semakin melemah. Namun, pertempuran-pertempuran kecil
masih terus berlangsung hingga awal abad ke-20.
5. Perlawanan Rakyat Banjar (1859 – 1863)
a. Latar Belakang T erjadinya Perlawanan
1) Belanda memaksakan monopoli perdagangan di Kerajaan Banjar. Dalam
monopoli perdagangan lada, rotan, damar, dan hasil-hasil tambang seperti
emas dan intan, Belanda bersaing dengan saudagar-saudagar Banjar dan
para bangsawan Banjar. Dari persaingan menjadi permusuhan karena
Belanda berusaha menguasai beberapa wilayah Kerajaan Banjar.
Sumber: Sejarah Nas. Indo. Aneka Ilmu hal. 18
Gambar 5.22
Sultan Hasanuddin
IPS SMP/MTs Kelas VIII
89
2) Pemerintah kolonial Belanda ikut mencampuri urusan dalam Kraton
terutama dalam pergantian sultan-sultan kerajaan Banjar. Misalnya Belanda
mengangkat Pangeran Tamjidillah menjadi sultan pada tahun 1857. Hak
Pangeran Hidayat menjadi sultan disisihkan. Padahal yang berhak menjadi
sultan yang sebenarnya adalah Pangeran Hidayat sendiri.
3) Pemerintah kolonial Belanda mengumumkan bahwa Kasultanan
Banjarmasin akan dihapuskan.
b. Jalannya Perlawanan
Kendatipun Pangeran Hidayat tidak menjadi
Sultan Kerajaan Banjar, tetapi ia telah mempunyai
kedudukan sebagai Mangkubumi. Pengaruhnya
cukup besar di kalangan rakyatnya. Campur tangan
Belanda di kraton makin besar dan kedudukan
Pangeran Hidayat sebagai Mangkubumi makin
terdesak. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk
mengadakan perlawanan bersama sepupunya Pangeran
Antasari.
Pangeran Antasari seorang pemimpin perlawanan
yang amat anti Belanda. Ia bersama pengikutnya, Kyai
Demang Leman, Haji Nasrun, Haji Buyasin dan Haji
Langlang, berhasil menghimpun kekuatan sebanyak 3000 orang. Ia bersama
pasukannya menyerang pos-pos Belanda di Martapura dan Pengaron pada tanggal
28 April 1859. Pertempuran heat terjadi di salah satu pusat kekuatan Pangeran
Antasari, yaitu Benteng Gunung Lawak. Belanda berhasil menduduki Benteng
Gunung Lawak (27 September 1859).
Niat Belanda yang sebenarnya adalah menghapuskan Kerajaan Banjar. Hal ini
baru terlaksana setelah Kolonel Andresen dapat menurunkan Sultan Tamjidillah,
yang dianggapnya sebagai penyebab kericuhan, sedangkan Pangeran Hidayat sebagai
Mangkubumi telah meninggalkan kraton. Belanda menghapuskan kerajaan Banjar
pada tanggal 11 Juni 1860 dan dimasukkan ke dalam kekuasaan Belanda.
Pangeran Hidayat terlibat dalam pertempuran yang hebat melawan Belanda
pada tanggal 16 Juni 1860 di Anbawang. Adanya ketidakseimbangan dalam
persenjataan dan pasukan yang kurang terlatih, menyebabkan Pangeran Hidayat
harus mengundurkan diri. Belanda menggunakan siasat memberikan kedudukan
dan jaminan hidup kepada setiap orang yang bersedia menghentikan perlawanan
dengan menyerahkan diri kepada Belanda. Ternyata siasat ini berhasil, yaitu dengan
menyerahkan Kyai Demang Leman pada tanggal 2 Oktober 1861.
Sumber: Sejarah Nasional Umum 2, Aneka Ilmu hal 39
Gambar 5.23
Pangeran Antasari
90
IPS SMP/MTs Kelas VIII
c. Akhir Perlawanan
Penyerahan Kyai Demang Leman
mempengaruhi kekuatan pasukan
Pangeran Antasari. Beberapa bulan
kemudian Pangeran Hidayat dapat
ditangkap, akhirnya diasingkan ke Jawa
pada tanggal 3 Februari 1862. Rakyat
Banjar memberikan kepercayaan
sepenuhnya kepada Pangeran Antasari
dengan mengangkatnya sebagai
pemimpin tertinggi agama dengan gelar
Panembahan Amirudin Khalifatul
Mukminin pada tanggal 14 Maret 1862.
Perlawanan diteruskan bersama-sama
pemimpin yang lain, seperti Pangeran Miradipa, Tumenggung Mancanegara,
Tumenggung Surapati dan Gusti Umar. Pertahanan pasukan Pangeran Antasari
ditempatkan di Hulu Teweh. Di sinilah Pangeran Antasari meninggal dunia pada
tanggal 11 Oktober 1862. Perlawanan rakyat Banjar terus berlangsung dipimpin
oleh putera Pangeran Antasari, Pangeran Muhamad Seman bersama pejuang-pejuang
Banjar lainnya.
6. Perlawanan Rakyat Bali (1846 - 1849)
Pada abad ke-19, di Bali terdapat banyak kerajaan, yang masing-masing
mempunyai kekuasaan tersendiri. Kerajaan-kerajaan tersebut antara lain Buleleng,
Karangasem, Klungkung, Gianyar, Bandung, Tabanan, Mengwi, Bangli, dan
Jembrana. Di antara kerajaan-kerajaan tersebut yang gencar mengadakan perlawanan
terhadap Belanda adalah Buleleng dan Bandung.
a. Latar Belakang T erjadinya Perlawanan
1) Pemerintah kolonial Belanda ingin menguasai Bali. Yaitu berusaha untuk
meluaskan daerah kekuasaannya. Perjanjian antara pemerintah kolonial
Belanda dengan raja-raja Klungkung, Bandung, dan Buleleng dinyatakan
bahwa raja-raja Bali mengakui bahwa kerajaannya berada di bawah kekuasaan
negara Belanda. Raja memberi izin pengibaran bendera Belanda di daerahnya.
2) Pemerintah kolonial Belanda ingin menghapuskan hak Tawan Karang yang
sudah menjadi tradisi rakyat Bali. Hak Tawan Karang adalah hak raja Bali
untuk merampas perahu yang terdampar di pantai wilayah kekuasaannya.
b. Jalannya Perlawanan
Pada tahun 1844, di pantai Prancak dan pantai Sangsit (pantai di Buleleng bagian
timur) terjadi perampasan kapal-kapal Belanda yang terdampar di pantai tersebut.
Sumber: SNI 2, Nugroho, Depdikbud Ind. hal 123
Gambar 5.24
Pertempuran Banjar
IPS SMP/MTs Kelas VIII
91
Timbul percekcokan antara Buleleng dengan Belanda. Belanda menuntut agar
Kerajaan Buleleng melaksanakan perjanjian 1843, yakni melepaskan hak
Tawan
Karang
. Tuntutan Belanda tidak diindahkan oleh Raja Buleleng I Gusti Ngurah Made
Karangasem. Belanda menggunakan dalih kejadian ini dan menyerang Kerajaan
Buleleng. Pantai Buleleng diblokade dan istana raja ditembaki dengan meriam dari
pantai. Belanda mendaratkan pasukannya di pantai Buleleng. Perlawanan sengit dari
pihak Kerajaan. Buleleng dapat menghambat majunya laskar Belanda. Korban
berjatuhan dari kedua belah pihak. Akhirnya Belanda berhasil menduduki satu-
persatu daerah-daerah sekitar istana raja (Banjar Bali, Banjar Jawa, Banjar Penataran,
Banjar Delodpeken, Istana raja telah terkurung rapat). I Gusti Made Karangasem
menghadapi situasi ini kemudian mengambil siasat pura-pura menyerah dan tunduk
kepada Belanda.
I Gusti Ketut Jelantik, patih kerajaan Buleleng
melanjutkan perlawanan. Pusat perlawanan
ditempatkannya di wilayah Buleleng Timur, yakni di
sebuah desa yang bernama desa Jagaraga. Secara
geografis desa ini berada pada tempat ketinggian, di
lereng sebuah perbukitan dengan jurang di kanan
kirinya. Desa Jagaraga sangat strategis untuk
pertahanan dengan benteng berbentuk ”
supit urang
”.
Benteng dikelilingi parit dengan ranjau yang dibuat
dari bambu (bahasa Bali : sungga) untuk menghambat
gerakan musuh. Benteng Jagaraga diserang oleh
Belanda, namun gagal karena Belanda belum
mengetahui medan yang sebenarnya dan siasat
pertahanan supit urang laskar Jagaraga.
I Gusti Ketut Jelantik bersama seluruh laskarnya
setelah memperoleh kemenangan, bertekad untuk
mempertahankan benteng Jagaraga sampai titik
darah penghabisan demi kehormatan kerajaan
Buleleng dan rakyat Bali.
c. Akhir perlawanan
Untuk memadamkan perlawanan rakyat Bali yang berpusat di Jagaraga, Belanda
mendatangkan pasukan secara besar-besaran, maka setelah mengatur persiapan,
mereka langsung menyerang Benteng Jagaraga. Mereka menyerang dari dua arah,
yaitu arah depan dan dari arah belakang Benteng Jagaraga. Pertempuran sengit tak
dapat dielakkan lagi, terutama pada posisi di mana I Gusti Ketut Jelantik berada.
Benteng Jagaraga dihujani tembakan meriam dengan gencar. Korban telah berjatuhan
Sumber: Atlas dan Lukisan Sejarah CV. baru, hal. 157
Gambar 5.25
Raja Buleleng (Bali) beserta
penulisnya. Dalam rangka perlawanan terhadap
Belanda, raja-raja Bali melancarkan hukum
adat hak tawan karang. Dan dalam perang
melancarkan semangat puputan.
92
IPS SMP/MTs Kelas VIII
di pihak Buleleng. Kendatipun demikian, tidak ada seorang pun laskar Jagaraga yang
mundur atau melarikan diri. Mereka semuanya gugur dan pada tanggal 19 April
1849 Benteng Jagaraga jatuh ke tangan Belanda. Mulai saat itulah Belanda menguasai
Bali Utara.
Sumber: Atlas dan Lukisan SNI, CV Baru, hal 157
Gambar 5.26
Peta Perang Bali
7. Perlawanan Rakyat Aceh (1873 – 1912)
a. Latar Belakang T erjadinya Perlawanan
1) Aceh adalah negara merdeka dan kedaulatannya masih diakui penuh oleh
negara-negara Barat. Dalam Traktat London 17 Maret 1824, Inggris dan
Belanda menandatangani perjanjian mengenai pembagian wilayah jajahan
di Indonesia dan Semenanjung Malaya. Dalam hal tersebut Belanda tidak
dibenarkan mengganggu kemerdekaan negara Aceh. Namun Belanda selalu
mencari alasan untuk menyerang Aceh dan menguasainya.
2) Berdasarkan Traktat Sumatera, 2 November 1871, pihak Belanda oleh
Inggris diberi kebebasan memperluas daerah kekuasaannya di Aceh.
Sedangkan Inggris mendapat kebebasan berdagang di Siak. Hal ini
mengganggu ketenangan Aceh, untuk itu Aceh mempersiapkan diri
mengadakan perlawanan.
3) Semakin pentingnya posisi Aceh dengan dibukanya Terusan Suez pada
tahun 1869. Lalu lintas pelayaran di Selat Malaka semakin ramai semenjak
Suez dibuka dan Aceh merupakan pintu gerbang ke Selat tersebut.
IPS SMP/MTs Kelas VIII
93
4) Aceh menolak mengakui kedaulatan Hindia Belanda atas kesultanan Aceh.
Maka tanggal 26 Maret 1873 pemerintah Kolonial Belanda mengumumkan
perang terhadap Aceh.
Sumber: Atlas dan Lukisan SNI, CV Baru, hal 156
Gambar 5.27
Daerah pertempuran dalam Perang Aceh, 1873 – 1904 dan Perang
Batak (Tapanuli), 1878 – 1807
b. Jalannya Perlawanan
Setelah mendarat pada tanggal 5 April 1873 dengan
kekuatan kurang lebih 3000 orang bala tentara,
serangan terhadap mesjid dilakukan dan berhasil
direbut, tetapi kemudian diduduki kembali oleh
pasukan Aceh. Karena ternyata bertahan sangat kuat,
serangan ditunda kembali sambil menunggu bala
bantuan dari Batavia. Akhirnya penyerbuan tak
diteruskan, malahan ekspedisi ditarik kembali.
Pada bulan November 1873 Belanda mengirimkan
ekspedisi kedua ke Aceh yang berkekuatan 8.000
pasukan dan dipimpin oleh Jenderal Van Swieten. Pada
tanggal 9 Desember 1873 ekspedisi telah mendarat di
Aceh, kemudian langsung terlibat pertempuran sengit.
Belanda menggunakan meriam besar, sehingga laskar
Aceh pimpinan Panglima Polim terus terdesak.
Sumber: Atlas Sej. Ind. Dunia PT. Pembina hal 27
Gambar 5.28
Teuku Cik Di Tiro pemimpin
pasukan Perang Aceh di daerah Pidie,
meninggal pada tahun 1891
94
IPS SMP/MTs Kelas VIII
Akibatnya, mesjid raya kembali diduduki Belanda. Belanda
terus bergerak dan menyerang istana Sultan Mahmud Syah.
Pasukan Aceh terdesak dan Sultan Mahmud Syah menyingkir
ke Luengbata. Daerah ini dijadikan pertahanan baru. Namun,
tiba-tiba Sultan diserang penyakit kolera dan wafat pada
tanggal 28 Januari 1874. Ia digantikan putranya yang masih
kecil, Muhammad Daudsyah yang didampingi oleh Dewan
Mangkubumi pimpinan Tuanku Hasyim. Perlawanan masih
terus dilanjutkan di mana-mana sehingga Belanda tetap tidak
mampu menguasai daerah di luar istana. Belanda hanya
menguasai sekitar kota Sukaraja saja. Sementara itu, di seluruh
Aceh dikobarkan suatu perlawanan bernapaskan Perang
Sabilillah. Ulama-ulama terkenal, antara lain Tengku Cik Di
Tiro dengan penuh semangat memimpin barisan menghadapi
serbuan tentara Belanda.
Rakyat di daerah Aceh Barat juga bangkit melawan Belanda
dipimpin oleh Teuku Umar bersama istrinya Cut Nyak Dien.
Ia memimpin serangan-serangan terhadap pos-pos Belanda sehingga menguasai
daerah sekitar Meulaboh pada tahun 1882. Daerah-daerah lainnya di luar Kutaraja
juga masih dikuasai pejuang-pejuang Aceh.
Mayor Jenderal Van Swieten diganti Jenderal Pel yang kemudian tewas dalam
pertempuran di Tonga. Tewasnya 2 perwira tinggi, yaitu Mayor Jenderal Kohler dan
Jenderal Pel merupakan pukulan berat bagi Belanda. Oleh karena sulitnya usaha
untuk mematahkan perlawanan laskar Aceh maka pihak Belanda berusaha
mengetahui rahasia kehidupan sosial budaya rakyat Aceh dengan cara mengirim
Dr. Snouck Hurgronye, seorang misionaris yang ahli mengenai Islam untuk
mempelajari adat-istiadat rakyat Aceh.
Dengan memakai nama samaran Abdul Gafar, ia meneliti kehidupan sosial
budaya rakyat Aceh dari bergaul dengan masyarakat setempat. Hasil penelitiannya
menyimpulkan sebagai berikut:
1) Sultan Aceh tidak mempunyai ke-
kuasaan apa-apa tanpa persetujuan
dari kepala-kepala yang menjadi
bawahannya.
2) Kaum ulama sangat berpengaruh
pada rakyat Aceh.
Sumber: Atlas Sej. Ind. Dunia
PT. Pembina hal 27
Gambar 5.29
Teuku Umar,
pemimpin Perang Aceh di
bagian barat bersama istrinya
Cut Nyak Dien, gugur pada
tahun 1899
Sumber: Atlas Sej. Ind. Dunia
PT. Pembina hal 29
Gambar 5.30
C. Snouck
Hurgronye
Sumber: Atlas Sej. Ind. Dunia
PT. Pembina hal 27
Gambar 5.31
Panglima Polim
salah seorang tokoh dalam
Perang Aceh
IPS SMP/MTs Kelas VIII
95
c. Akhir Perlawanan
Perlawanan rakyat Aceh yang merupakan perlawanan paling lama dan terbesar
di Sumatera akhirnya mendapat tekanan keras dari Belanda. Pada tanggal
26 November 1902, Belanda berhasil menemukan persembunyian rombongan Sultan
dan menawan Sultan Muhammad Daud Syah pada tahun 1903. Disusul menyerah-
nya Panglima Polim dan raja Keumala. Sedangkan Teuku Umar gugur karena terkena
peluru musuh tahun 1899. Pada tahun 1891 Tengku Cik Di Tiro meninggal dan
digantikan putranya, yaitu Teuku Mak Amin Di Tiro. Dengan hilangnya pemimpin
yang tangguh itu perlawanan rakyat Aceh mulai kendor, Belanda dapat memperkuat
kekuasaannya.
8. Perlawanan Rakyat Batak (1878 – 1907)
a. Sebab-Sebab Perlawanan
1) Pemerintah Hindia Belanda berkali-kali mengirimkan ekspedisi militernya
untuk menaklukkan daerah-daerah di Sumatera Utara antara lain
Mandailing, Angkola, Padang Lawas, Sipirok, Tapanuli, dan sekitarnya.
2) Peristiwa terbunuhnya Tuan na Balon (Sisingamangaraja X). Hal ini rakyat
mulai hati-hati dan tidak simpati dengan masuknya penjajah Belanda ke
tanah Batak.
3) Adanya perluasan agama Kristen di daerah Batak. Hal ini dianggap oleh
Sisingamangaraja XII sebagai hal yang membahayakan tanah Batak dan
menggoyahkan kedudukannya.
b. Jalannya Perlawanan
Pertempuran pertama terjadi di Toba Silindung. Masuknya pasukan militer
Belanda ke Silindung, segera dijawab oleh Sisingamangaraja XII (Patuan Basar Ompu
Pula Batu) dengan pernyataan perang.
Dalam menghadapi serangan Belanda, rakyat Batak memiliki dua macam
benteng pertahanan yaitu benteng alam dan benteng buatan.
Pertempuran terus menjalar ke Bahal Batu. Namun karena pasukan
Sisingamangaraja XII terdesak, akhirnya menyingkir. Pertempuran terus terjadi antara
lain di Blitar, Lobu Siregar, dan Upu ni Srabar.
Selanjutnya pertempuran sengit juga terjadi di Bakkora atau Lumbung raja,
yaitu tempat tinggal Sisingamangaraja. Karena terdesak pasukan Sisingamangaraja
XII menyingkir ke Paranginan dan menyingkir lagi ke Lintung ni Huta.
Berturut-turut daerah-daerah yang jatuh ke tangan Belanda yaitu Tambunan,
Lagu Boti, Balige, Onang geang-geang, Pakik Sabungan dan Pintu Besi. Selain itu
daerah-daerah lain yang mengadakan perlawanan tapi dapat dipadamkan oleh
Belanda adalah Tangga Batu dan Pintu Batu.
96
IPS SMP/MTs Kelas VIII
c. Akhir Perlawanan
Dengan meluasnya daerah yang jatuh ke tangan Belanda maka daerah gerak
Sisingamangaraja semakin kecil dan pengikutnya semakin berkurang. Dalam
beberapa pertempuran pasukan Sisingamangaraja XII dapat terdesak dan Belanda
berhasil menawan keluarga Sisingamangaraja XII. Dalam pertempuran di daerah
Dairi, Sisingamangaraja tertembak dan gugur pada tanggal 17 Juni 1907.
Dengan gugurnya Sisingamangaraja XII, maka seluruh daerah Batak jatuh ke
tangan Belanda.
9. Gerakan Rakyat di Indonesia/Gerakan Sosial
Dominasi Barat dan kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial telah menciptakan
kondisi-kondisi yang memungkinkan rakyat untuk berkecenderungan melakukan
pergolakan sosial. Karena dalam sistem tidak ada lembaga-lembaga untuk
menyalurkan perasaan tidak puas, maka jalan yang dapat ditempuh adalah dengan
mengadakan gerakan sosial sebagai protes sosial.
Gerakan sosial rakyat itu pada umumnya mempunyai ciri-ciri atau sifat, antara
lain sebagai berikut.
1. Tradisional arkais yaitu organisasi, programnya dan strateginya masih terlalu
sederhana.
2. Gerakannya mudah ditindas oleh kekuatan militer kolonial.
3. Bersifat abortif yaitu gerakan-gerakannya umurnya sangat pendek.
4. Merupakan pergolakan lokal atau regional yang tak ada koordinasi satu sama lain.
5. Memiliki orientasi tujuan yang masih kabur, yaitu tidak mempunyai gambaran
dalam mencapai tujuan.
Secara luas gerakan-gerakan itu pada hakikatnya dapat digolongkan menjadi
empat golongan, sesuai dengan landasan-landasan pokok yang mendorong
timbulnya gerakan tersebut. Empat golongan tersebut sebagai berikut.
a. Gerakan Melawan Pemerasan atau Peraturan yang Tidak
Adil
Yang mendorong timbulnya gerakan ini adalah adanya rasa dendam terhadap
kondisi sosial ekonomi yang menekannya.
Contoh gerakan ini, antara lain:
1) Kerusuhan di Ciomas, Jawa Barat tahun 1886;
2) Kerusuhan di Condet, tahun 1916 dipimpin oleh Entong Gendut;
3) Kerusuhan di Tangerang, tahun 1924 dipimpin oleh Kaiin;
4) Kerusuhan di Genuk, tahun 1935 dipimpin oleh Sukaemi dan Raden Akhmad.
b. Gerakan Ratu Adil
Adanya gerakan rakyat yang timbul atas kepercayaan bahwa seorang tokoh
akan datang untuk membebaskan orang dari segala penderitaan dan kesengsaraan.
IPS SMP/MTs Kelas VIII
97
Tokoh itu digambarkan sebagai seorang Raja Adil atau Imam Mahdi. Zaman
keemasan yang penuh keadilan dan kemakmuran segera akan datang bila tokoh
tersebut telah tiba di tengah-tengah mereka. Tokoh-tokoh pemimpin dari gerakan
itu biasanya muncul dari seorang yang mengaku menerima panggilan sebagai
pemimpin agama, nabi atau juru selamat.
Contoh-contoh gerakan ratu adil antara lain sebagai berikut.
1) Gerakan di desa sementara Sidoarjo, Jawa Timur tahun 1903 dipimpin oleh
Kasan Mukmin.
2) Gerakan di Desa Bendungan Kediri tahun 1907 dipimpin oleh Dermojoyo.
3) Gerakan di Desa Bergaskidul, Semarang tahun 1918 dipimpin Dietz (Gusti
Muhammad).
c. Gerakan Samin T ahun 1903 – 1907
Gerakan Samin dapat dianggap sebagai gerakan tradisional yang pasif, ciri-ciri
yang kelihatan adalah tanpa kekerasan dan rajin, jujur serta berhasil sebagai petani.
Selain itu Gerakan Samin berumur panjang.
Gerakan Samin dipimpin oleh Surontiko Samin dan ajarannya disebut
Saminisme. Dalam usaha menyebarkan ajarannya, Samin mendapat bantuan dari
dua menantunya yaitu Surohidin dan Karsiyah.
Walaupun gerakan Samin tidak membahayakan pemerintah kolonial, namun
Belanda tidak mau mengambil risiko, Surontiko Samin ditangkap dibuang ke Padang
dan meninggal tahun 1914.
Gerakan Samin terus berlanjut, antara lain sebagai berikut.
- Di Jiwan Madiun dipimpin oleh Wongsorejo.
- Di Grobogan dipimpin oleh Surohidin dan Pak Engkrak.
- Di Kajen Pati dipimpin oleh Pak Karsiyah (salah satu menantu Samin).
d. Gerakan Keagamaan
Selain dua jenis gerakan rakyat seperti yang tersebut di atas, masih ada lagi
gerakan-gerakan yang dilancarkan oleh rakyat pedesaan yang tergabung dalam
kelompok-kelompok aliran-aliran agama. Tidak berbeda dengan gerakan yang
terdahulu, gerakan rakyat yang terakhir ini juga timbul sebagai akibat dari rasa
ketidakpuasan dan kebencian terhadap keadaan kehidupan pada masa itu.
Gerakan keagamaan timbul sebagai protes terhadap kebobrokan moral yang
terjadi karena pengaruh budaya Barat yang dibawa oleh Belanda. Gerakan keagamaan
merupakan gerakan pemurnian kembali ke ajaran agama (Islam) yang semestinya.
Contoh Gerakan Keagamaan, antara lain sebagai berikut.
1) Gerakan Budiah, tahun 1850
Gerakan Budiah muncul di desa Kalisasak daerah Pekalongan. Gerakan ini
dipimpin oleh Haji Muhammad Rifangi. Budiah adalah suatu aliran ajaran
pemurnian Islam. Menurut Kyai Haji Mohammad Rifangi, gerakannya itu
98
IPS SMP/MTs Kelas VIII
Kemandirian Belajar
ditujukan untuk melakukan perlawanan terhadap kebobrokan agama yang telah
meresap di lingkungan rakyat Islam di Jawa pada abad ke-19. Gerakan itu lahir
pada sekitar tahun 1850-an.
Akibat dari ajarannya yang radikal itu maka pemerintah kolonial Belanda
kuatir akan terjadi pemberontakan. Maka Kyai Haji Muhammad Refangi
ditangkap dan dibuang ke luar Jawa yaitu Ambon.
2) Gerakan Keagamaan Jawa – Pasundan
Gerakan ini didirikan oleh Sadewa yang terkenal dengan nama Madrais.
Menurut silsilahnya, ia adalah keturunan generasi kelima dari Sultan Cirebon
Chaerudin. Ia kemudian mengambil nama ayahnya yaitu Pangeran Alibasa
Kusuma Wijayaningrat. Ajarannya bertujuan untuk menghidupkan kembali
unsur-unsur budaya Jawa dan Sunda. Upacara-upacara yang diselenggarakan
banyak bertentangan dengan Islam sehingga banyak ditentang baik oleh
masyarakat Islam maupun pemerintah kolonial. Akhirnya pemerintah menahan
Madrais. Walaupun kemudian dibebaskan.
Diskusikan bersama dengan kelompokmu tentang latar belakang terjadinya perlawanan rakyat
menentang kolonialisme di Indonesia. Kemudian presentasikan hasil diskusi kelompokmu
tersebut di depan kelas. Berilah kesempatan pada kelompok lain untuk memberi tanggapan.
Bersama guru, buatlah kesimpulan atas hasil diskusi kelompok tersebut.
D
Daerah-Daerah Persebaran Agama Kristiani
Agama Kristen lahir di Kota Betlehem, daerah Palestina. Agama Kristen untuk
pertama kali disebarkan oleh Yesus Kristus.
Pada waktu Kerajaan Romawi diperintah oleh Kaisar Augustus. Yesus mulai
menyebarkan dan mengajarkan agama Nasrani atau agama Kristen setelah berumur
30 tahun dengan dibantu 12 orang muridnya.
Dalam mengajarkan ajarannya, timbullah tantangan dari orang Yahudi. Sesudah
selama tiga tahun Yesus bekerja dan dihukum mati oleh bangsa Yahudi dengan cara disalib.
Setelah Yesus wafat, maka murid-muridnya mulai menyebarkan agama Kristen.
Penyebaran ini mulai di daerah Palestina, di kalangan orang Yahudi, baru kemudian
disebarkan ke luar Palestina.
Oleh tokoh-tokoh penyebar agama Kristen, seperti Paulus, Petrus, dan Johanes,
agama Kristen disebarkan ke Yunani bahkan ke Roma, ibu kota kekaisaran Romawi.
IPS SMP/MTs Kelas VIII
99
Atas usaha penyebar Injil (Kitab suci agama Kristen) maka agama ini cepat
tersebar di kalangan penduduk, di kalangan bawah. Namun kaisar Romawi masih
menentangnya, karena dianggap membahayakan kedudukan Kaisar, dan keutuhan
negara.
Kaisar Romawi yang terkenal karena kekejamannya terhadap orang-orang
penganut agama Kristen ialah Kaisar Nero. Ia menuduh orang Kristen melakukan
pembakaran di kota Roma, maka sebagai hukumannya beribu-ribu orang Kristen
dibunuh dan dibakar.
Pada masa pemerintahan Kaisar Konstantin Agung,
diumumkan adanya kebebasan beragama. Bahkan pada masa
pemerintahan Kaisar Theodosius diumumkan bahwa agama
Kristen menjadi agama negara. Hal ini menyebabkan agama
Kristen makin tersebar di seluruh wilayah Kerajaan Romawi.
Sejak abad ke-3 sudah terlihat adanya perpecahan agama
Kristen. Agama Kristen di Romawi Barat terpengaruh oleh sifat
kebudayaan Roma. Agama ini berpusat di Roma dan disebut
Agama Kristen Katolik Roma dengan Paus sebagai
pimpinannya. Sedangkan agama Kristen di Romawi Timur
dipengaruhi oleh sifat kebudayaan Yunani. Agama ini disebut
agama Kristen Katolik Ortodoks dan berpusat di Konstantinopel
serta dipimpin oleh beberapa Patriach.
Pada zaman kekaisaran Romawi, agama Kristen menyebar
sampai Persia. Dari Persia agama ini tersebar lagi ke India, Asia
Tengah, Cina, dan Siberia melalui jalan Sutera (Jalan Darat).
Pada waktu terjadi penjelajahan samudera, bangsa Portugis
danSpanyol membawa misionaris untuk menyebarkan agama
Kristen Misionaris yang terkenal adalah
Fransiskus Xaverius
dan Mateus Ricci. Mereka menyebarkan agama Katolik ke
India, Maluku, Cina, dan Jepang, sedangkan ke Filipina
disebarkan oleh bangsa Spanyol.
Fransiskus Xaverius
menyebarkan agama Katolik di Indonesia bagian timur misalnya
Maluku, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Timur.
Pada abad ke-17, penyebaran agama Katolik mulai digantikan oleh Belanda
(VOC). Tokoh penyebar agama Kristen protestan yang terkenal di Indonesia antara
lain ialah Dr. Nomensen di Tapanuli (Batak). Sebastian Danchaerts di Ambon,
Heurnius di Jakarta dan Saparua.
Kehadiran Belanda di Indonesia merubah peta pengkristenan di wilayah ini. Di
Maluku, sebagian besar penduduk yang telah beragama Katholik berganti menjadi
Calvinis, dan VOC melarang misi Khatolik melakukan kegiatan keagamaan.
Di berbagai tempat di mana VOC berkuasa, di situ merupakan pusat penyebaran
agama Protestan. Mengapa? Kerajaan Belanda memang memfasilitasi segala upaya
penyebaran agama itu. Tidak mengherankan ketika tahun 1817 seluruh gereja
Sumber: Ensiklopedi Indonesia
Gambar 5.32
Martin Luther
Sumber: Lukisan Sejarah,
Djembatan hal 117
Gambar 5.33
Fransiskus
Xaverius
100
IPS SMP/MTs Kelas VIII
Tugas
Protestan yang ada di berbagai daerah diakui sebagai gereja pemerintah. Bahkan
gereja-gereja di Minahasa, Maluku, dan Timor dijadikan gereja perintis bagi
penyebaran agama Protestan di kawasan Indonesia Timur.
Memasuki abad ke-19, penyebaran agama Kristiani semakin meluas ke berbagai
wilayah di Indonesia. Kelompok misionaris Katholik dan zending dari gereja reformasi
baik dari Eropa maupun Amerika mulai berdatangan. Pada masa pendudukan Inggris
tepatnya pada tahun 1814, kelompok rohaniawan
Nederlandsche Zendeling Genooftschap
(NZG) dari Belanda yang didukung oleh London Misionary Society memulai aktivitas
keagamaan mereka, terutama ditujukan kepada penduduk lokal.
Pada tahun 1830-an muncul usaha menterjemahkan Injil ke dalam bahasa Jawa
setelah sebelumnya usaha yang sama dilakukan untuk menterjemahkan kitab suci ke
dalam bahasa Melayu. Keberadaan NZG dan beberapa zending yang lain telah memacu
perkembangan agama Kristiani khususnya dari gerakan reformasi yang sangat pesat
di seluruh Indonesia. Biarpun penyebaran agama Kristiani telah dimulai pertama kali
pada tahun 1563, sampai tahun 1822 perkembangan agama Kristiani masih terfokus
di daerah pantai. Keadaan yang sama juga terjadi di Sangir Talaud yang menunjukkan
perkembangan pesat sejak tahun 1855.
Sementara itu usaha pengkristenan Poso, Toraja dan beberapa daerah lain di
Sulawesi dan Tengah semakin berkembang sejak kedatangan C. Kruyt dan N. Adriani
pada dekade terakhir ke-19.
Salah satu fenomena yang menarik dari perkembangan agama Kristiani di
Indonesia adalah munculnya gereja-gereja lokal yang sebagian dari mereka pada masa
kolonial tidak diakui oleh gereja-gereja yang datang dari Barat. Penyebaran agama
Kristiani di daerah Mojowarno Jawa Timur yang dilakukan oleh Kyai Tunggul Wulung
dan di Bagelen Jawa Tengah oleh Kyai Sadrach merupakan contoh dari pertemuan
antara kepercayaan dan budaya lokal dengan agama Kristiani.
Jika sebelumnya sebagian besar pemeluk agama Kristiani di Jawa terdiri atas
penduduk perkotaan, di bawah gereja-gereja lokal berkembang komunitas Kristiani
di daerah pedesaan. Pertemuan dengan unsur-unsur lokal itu di Jawa kemudian
menghasilkan gereja seperti Pasamuan Kristen Jawa Merdika, Gereja Kristen Jawa,
Gereja Kristen Sunda, dan Gereja Kristen Jawi Wetan. Di pulau-pulau yang lain terdapat
juga beberapa gereja lokal, seperti di kalangan masyarakat Batak, Minahasa dan lain
sebagainya.
Diskusikan dengan kelompokmu. Mengapa perkembangan agama Nasrani pada masa
pemerintah kolonial sangat cepat dan subur? Presentasikan hasil diskusi tersebut di depan
kelas! Berilah kesempatan pada kelompok lain untuk menanggapinya. Buatlah kesimpulan
bersama hasil diskusi.
IPS SMP/MTs Kelas VIII
101
Refleksi
Rangkuman Materi
1. Setelah berhasil menanamkan kekuasaannya di Indonesia maka terbentuklah kekuasaan
kolonial bangsa Barat di Indonesia. Kemudian mereka melaksanakan kebijakan-kebijakan
yang pada umumnya sangat merugikan rakyat Indonesia.
Kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial tersebut, antara lain:
a. Sistem penyerahan wajib oleh VOC.
b. Sistem kerja wajib (kerja rodi) oleh Herman Willem Daendels.
c. Sistem sewa tanah oleh Thomas Stamford Raffles.
d. Sistem tanam paksa (cultur stelsel) oleh Johanes Van Den Bosch.
e. Sistem Politik kolonial liberal oleh golongan liberal.
f. Sistem politik etis oleh Van Den Venter.
2. Pengaruh kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial di berbagai daerah, antara lain merosotnya
wibawa bupati, disederhanakannya upacara dan tata cara di istana kerajaan, lahirnya kaum
buruh, rakyat mulai mengenal uang dan berbagai jenis tanaman, terjadinya urbanisasi.
Terjadinya urbanisasi karena pabrik-pabrik banyak dibangun di kota-kota. Pengaruh yang paling
terasa adalah masuknya pengaruh kehidupan Barat di lingkungan rakyat.
3. Kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial yang telah menyebabkan penderitaan luar biasa tersebut,
akhirnya mendapat perlawanan dari rakyat. Bentuk-bentuk perlawanan rakyat dalam menentang
kolonialisme Barat tersebut antara lain perlawanan Pattimura, Kaum Padri, Pangeran Diponegoro,
Hassanudin, Rakyat Banjar, Rakyat Bali, Aceh, Batak, dan Gerakan Sosial.
4. Kedatangan bangsa Barat di Indonesia, berhasil menanamkan kekuasaannya di Indonesia
juga menyebarkan agama Kristiani. Penyebaran agama Kristen berlangsung terutama di
daerah Maluku (Ambon), Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur.
Setelah mempelajari dengan cermat materi dalam bab ini, seharusnya kamu dapat mengambil
hikmah dari keteladanan para pejuang bangsa Indonesia. Mereka berjuang mengusir penjajah
untuk membela tanah airnya, berjuang tanpa pamrih untuk menegakkan kebenaran dan
keadilan. Penderitaan rakyat sangat mendapat perhatian. Kamu juga bisa melaksanakan seperti
yang telah dilaksanakan oleh para pejuang terdahulu, tapi tidak mengusir penjajah melainkan
berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan serta mengentaskan kemiskinan. Selamat
berjuang!
102
IPS SMP/MTs Kelas VIII
Kerjakan di buku tugasmu!
I. Pilihlah dengan cara menyilang (X) huruf a, b, c, atau d di depan jawaban yang tepat!
Uji Kompetensi
1. Tugas pokok Herman Willem Daendels di-
kirim ke Indonesia adalah untuk me-
laksanakan ....
a. mempertahankan pulau Jawa dari
ancaman Inggris
b. memimpin rakyat pulau Jawa melaksana-
kan kerja rodi
c. membangun jalan raya dari Anyer sampai
Panarukan
d. mengembalikan kekuasaan pemerintah
pada VOC
2. Setelah VOC bangkrut dan dibubarkan,
semua kekayaan utang piutang dan daerah
jajahannya diambil alih oleh ....
a. Republik Bataafsche
b. Pemerintahan Raffles
c. Pemerintahan Daendels
d. Pemerintahan Hindia Belanda
3. Selama Daendels berkuasa di Indonesia,
banyak terjadi kelaparan dan kematian,
sebab ia melaksanakan kebijakan ....
a. Kerja Romusha
b. Sewa Tanah
c. Kerja Wajib
d. Penyerahan Wajib
4. Akibat pembuatan jalan Anyer - Panarukan
bagi rakyat Indonesia adalah ....
a. ekonomi rakyat semakin meningkat
b. hubungan antardaerah semakin lancar
c. rakyat menderita dan banyak kematian
d. penjualan hasil bumi rakyat bertambah
lancar
5. Pada zaman pemerintahan Inggris (1811 –
1816) di Indonesia terjadi perubahan
penting di bidang politik, salah satu contoh-
nya adalah ....
a. mempersempit areal pertanian rakyat
b. memperkecil kekuasaan para bupati
c. memperkecil pemungutan pajak tanah
d. membebaskan rakyat dari tanam paksa
6.
History of Java
adalah sebuah buku hasil
karya Raffles yang berisi tentang ....
a. aturan-aturan pajak tanah di Jawa
b. cara-cara pemerintahan yang baik
c. sistem kekerabatan masyarakat Jawa
d. sejarah kebudayaan dan keindahan Jawa
7. Eduard Douwes Dekker mengungkapkan
kekejaman pemerintah Belanda di Banten
dalam bukunya yang berjudul ....
a. Max Havelaar
b. Een Eereschuld
c. Suiker Contracten
d. Du Contrak sosial
8. Salah satu nilai positif yang dapat dipetik dari
sistem tanam paksa di Indonesia adalah ....
a. Indonesia pengekspor tembakau besar
b. melimpahnya hasil pertanian di Indonesia
c. meningkatnya kesejahteraan penduduk
d. masuknya teknik pertanian Barat di
Indonesia
9. Antara ketentuan pokok sistem tanam paksa
dan pelaksanannya adalah ....
a. sesuai
c.
sama persis
b. menyimpang
d. disesuaikan
IPS SMP/MTs Kelas VIII
103
10. Tujuan pelaksanaan Politik Etis yang
sebenarnya adalah untuk kepentingan ....
a. pemerintah kolonial Belanda
b. rakyat Indonesia
c. perkebunan-perkebunan swasta
d. golongan terpelajar
11. Perang Padri di Minangkabau Sumatera
Barat berubah sifatnya dari perang saudara
menjadi perang nasional sejak ....
a. kekalahan gerakan Wahabi
b. Sentot Ali Basah membantu kaum Padri
c. menangnya kaum Padri terhadap kaum
Adat
d. bersatunya kaum Padri dan kaum Adat
melawan Belanda
12. Puncak kemarahan Diponegoro terjadi dan
kemudian meletuslah perang setelah ....
a. berlakunya pajak baru yang memberat-
kan rakyat
b. masuknya adat barat ke dalam
lingkungan kraton
c. Belanda membuat jalan yang melewati
makam leluhur Pangeran Diponegoro
d. Belanda ikut campur tangan dalam
semua urusan politik di kerajaan
Mataram
13. Dalam perang Banjar, Pangeran Antasari
mendapat gelar ”Khalifatul Mukminin”
tujuannya adalah ....
a. memperkuat semangat perang Jihad
b. menunjukkan dukungan para golongan
Islam
c. agar menjadi teladan bagi para prajurit
Banjar
d. agar lebih gigih menentang monopoli
Belanda
14. Patih dan panglima kerajaan Buleleng yang
terkenal dalam perlawanan terhadap
Belanda adalah ....
a. I Gusti Ktut Jelantik
b. I Gusti Ngurah Rai
c. I Nyoman Panji Tisna
d. I Gusti Ngurah Made Gayam
15. Salah satu hal yang mendorong Belanda
ingin menguasai Aceh adalah ....
a. Aceh banyak menghasilkan lada
b. Aceh merupakan Serambi Mekah
c. Aceh memiliki wilayah yang sangat luas
d. letak Aceh sangat strategis yaitu di tepi
Selat Malaka
16. Perlawanan terhadap pemerintah kolonial
Belanda yang dipimpin oleh Sisinga-
mangaraja XII terjadi di daerah ....
a. Batak
b. Padang
c. Sulawesi
d. Maluku
17. Salah satu contoh gerakan Ratu Adil yang
terjadi di Bandungan Kediri tahun 1907 di
bawah pimpinan ....
a. Ahmad Kasdi
c. Surontika Samin
b. Dermojoyo
d. Surohidin
18. Gerakan Budiah adalah salah satu gerakan
yang bersifat keagamaan pada tahun 1850
dibawah pimpinan KH. Mohammad Rifangi.
Gerakan ini terjadi di Desa ....
a. Jiwan, Madiun
b. Samentara, Sidoarjo
c. Kajen, Pati
d. Kalisasak, Pekalongan
19. Pulau di Indonesia yang pertama ber-
sentuhan dengan agama Kristiani adalah ....
a. Sulawesi
b. Sumatera
c. Maluku
d. Kalimantan
20. Tokoh penyebar agama Kristen Protestan
di daerah Tapanuli (Batak) adalah ....
a. Dr. Nomensen
b. Heurnius
c. Danchaert
d. Mateus Ricci
104
IPS SMP/MTs Kelas VIII
II. Jodohkan antara pernyataan dengan jawaban yang sesuai!
No. Pernyataan
Jawaban
1.
Sistem Tanam Paksa
2.
Sistem Sewa Tanah
3.
Politik Etis
4.
Sistem Kerja Wajib
5.
Max Havelaar
6.
History of Sumatera
7.
Undang-undang Agraria
8.
Suiker Contracten
9.
Tokoh gereja penentang sistem
tanam paksa
10. Redaktur surat kabar De Locomotif
III. Isilah
titik-titik di bawah ini dengan jawaban yang tepat!
1. Tugas pokok Daendels dikirim ke Indonesia adalah untuk mempertahankan Pulau Jawa dari
ancaman ....
2. Jalan Raya Pos yang dibangun di Jawa oleh Daendels menghubungkan antara Anyer sampai ....
3. Contoh perubahan penting bidang politik di Indonesia pada zaman penjajahan Inggris adalah
membagi Pulau Jawa dan Madura menjadi ... karesidenan.
4. Preanger stelsel yaitu kewajiban menanam kopi khusus untuk rakyat adalah ....
5. Tokoh yang merintias berdirinya Kebun Raya Bogor adalah isteri Raffles yang bernama ....
6. Pencetus sekaligus pelaksana Sistem Tanam Paksa (Cultur Stelsel) di Indonesia dalah ....
7. Perlawanan yang dilakukan oleh Katir dan Dipati Unus adalah salah satu contoh perlawanan
rakyat terhadap Bangsa ....
8. Pasukan Demak yang berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa di bawah pimpinan ....
9. Gerakan melawan pemerasan terhadap pemerintah di Condet pada tahun 1916 di bawah
pimpinan ....
10. Lembaga atau seseorang yang bertugas khusus sebagai penyebar agama Kristen Protestan
disebut ....
IV. Kerjakan soal-soal berikut ini!
1. Sebutkan 3 (tiga) kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah kolonial di Indonesia!
2. Sebutkan 4 (empat) jasa-jasa Raffles waktu berkuasa di Indonesia tahun 1811 – 1816!
3. Sebutkan 3 (tiga) akibat positif dan 3 (tiga) akibat negatif dari pelaksanaan kebijakan-kebijakan
pemerintah kolonial di Indonesia!
4. Sebutkan 4 (empat) sebab-sebab umum terjadinya perlawanan Diponegoro terhadap pemerintah
kolonial Belanda!
5. Jelaskan perbedaan antara Missionaris dengan zending dalam penyebaran agama Kristen!
a. Douwes Dekker
b. Marsden
c. Van Den Venter
d. De Waal
e. Frans Van De Putte
f. Raffles
g. Baron Van Hoevel
h. H.W. Daendels
i. P. Broaschoof
j. Pieter Both
k. Van Vollen Hoven
l. Van Den Bosh
m. Van Der Capellen
n. Pattimura
O. Hassanudin
P. P. Antasari